TUGAS
1
Analisis
Teks Media Berdasarkan Teori Semantik dan Hermeneutika
Diajukan
Sebagai Syarat untuk Melengkapi Tugas Mata
Kuliah
Jurnalistik
Dosen
Pengampu : Azizah , S. Kom.
Di
Susun Oleh :
Erisca
Novriyanti
Shella
Monica
Sri
Rahayu
Semester : V
Kelompok
: 10
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
STKIP
SINGKAWANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan dunia jurnalistik saat
ini khususnya di Indonesia telah mencapai ceorgasme, yaitu puncak dari
dunia jurnalistik Indonesia adalah ketika terbukanya kran kebebasan pers yang
sebelumnya dibelenggu oleh kerangkeng kekuasaan. Namun, hal itu menjadi buah
simalakama. Disatu sisi kebebasan tersebut bagaikan angin segar dalam padang
pasir kekeringan, sehingga setiap orang kapanpun dan dimanapun bebas tanpa
melalui saringan dapat mendirikan media dan mengelurakan pendapat dan aspirasi.
Tapi disatu sisi kebebasana tersebut telah menghasilkan berbagai akses positif
dan akses negatif, Peningkatan kuantitas penerbitan pers yang tajam (booming),
tidak disertai dengan pernyataan kualitas jurnalismenya. Sehingga banyak
tudingan “miring” yang dialamatkan pada pers nasional. Ada juga media massa
yang dituduh melakukan sensionalisme bahasa melalui pembuatan judul (headlines)
yang bombasis, menampilkan “vulgarisasi: dan erotisasi informasi seks.
Hal inilah yang menjadi latar
belakang analisis dari makalah ini, sejauh mana sebuah media memiliki kualitas
jurnalistik, bagaimana penggunaan dan pemakaian bahasa jurnalistik dalam
menampilkan berita-berita, serta apakah sebuah media masih memegang
ketentuan-ketentuan dan kode etik jurnalistik.dalam melaksanakan kegiatan
persnya.
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian bahasa jurnalistik atau media massa?
2.
Karakteristik bahasa jurnalistik ?
3.
Bagaimanakah penggunaan kata, kalimat dan alinea dalam
bahasa jurnalistik?
4.
Apakah ragam bahasa dalam jurnalistik?
5.
Aturan bahasa indonesia?
6.
Ejaan?
7.
Pertumbuhan kosa kata?
8.
Patokan menulis?
9.
Karakteristik bahasa jurnalistik?
10. Analisis
problamatika penggunaan bahasa jurnalistik?
11. Karakteristik
kalimat pada koran?
12. Pengertian
hermeutika?
13. Tokoh-tokoh
pengembang hermeutika?
14. Cara
krja hemeutika?
15. Latar
Belakang hermeutika?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan
penulisan dari makalah ini adalah :
1.
Agar kita mengetahui penggunaan gaya bahasa dalam
penulisan berita
2.
Agar kita mengetahui teori hemeutika dalam jurnalistik.
D. Manfaat
Penulisan
1.
Dosen
Diharapkan dosen dapat melihat sisi
positif dari informasi yang kami berikan untuk lebih dikoreksi lagi dan
dikembangkan untuk kedepannya.
2.
Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dapat memahami
dan mengembangkan makalah ini untuk kedepannya, agar dapat mendapatkan wawasan
pengetahuan yang mendalam tentang informasi yang pentng pada makalah ini
3.
Pembaca
4.
Diharapkan pembaca dapat mengambil informasi yang penting
dalam makalah ini sehingga dapat mengembangkan wawasan pembaca untuk menerapkan
kedalam kehidupan sehari-hari.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Bahasa Jurnalistik adalah gaya
bahasa yang digunakan wartawan dalam menulis berita. Disebut juga Bahasa
Komunikasi Massa (Language of Mass Communication, disebut pula Newspaper
Language), yakni bahasa yang digunakan dalam komunikasi melalui media massa,
baik komunikasi lisan (tutur) di media elektronik (radio dan TV) maupun
komunikasi tertulis (media cetak), dengan ciri khas singkat, padat, dan mudah
dipahami.
Bahasa Jurnalistik memiliki dua ciri
utama : komunikatif dan spesifik. Komunikatif artinya langsung menjamah materi
atau langsung ke pokok persoalan (straight to the point), bermakna tunggal, tidak
konotatif, tidak berbunga-bunga, tidak bertele-tele, dan tanpa basa-basi.
Spesifik artinya mempunyai gaya penulisan tersendiri, yakni kalimatnya
pendek-pendek, kata-katanya jelas, dan mudah dimengerti orang awam. Bahasa
Jurnalistik hadir atau diperlukan oleh insan pers untuk kebutuhan komunikasi
efektif dengan pembaca (juga pendengar dan penonton).
Ragam
Bahasa
Bahasa Indonesia umum mempunyai dua
corak yang nyata bedanya, yaitu bahasa tutur dan bahasa bergaya. Bahasa tutur
atau bahasa percakapan ialah bahasa yang lazim dipakai dalam pergaulan
sehari-hari, terutama dalam percakapan. Sifat-sifat khasnya, bersahaja,
sederhana, dan singkat bentuknya.
B.
Aturan Bahasa Indonesia
Bahasa jurnalistik harus
mengindahkan kaidah-kaidah tata bahasa. Ia harus mengikuti pokok aturan bahasa
Indonesia. Pokok aturan pertama: Yang penting atau yang dipentingkan ditaruh di
depan, yang kurang penting atau keterangan di belakang. Pokok aturan kedua:
Kata benda Indonesia tidak memunyai bentuk jamak (plurak; jumlah lebih dari satu).
Untuk menunjukkan jamak digunakan kata “banyak”, “beberapa”, “semua”, “segala”,
“setengah”, dan sebagainya atau disebut jumlahnya. Penjamakan kata dapat juga
dilakukan dengan mengulang kata sifat yang di bekangnya, misalnya “kota
bersih-bersih”, “kuda bagus-bagus”. Terkadang dikatakan pula “kota-kota
bersih”, “kuda-kuda bagus”.
C.
Ejaan
Bahasa jurnalistik harus
memperhatikan ejaan yang benar. Kedengarannya mudah, tetapi dalam praktek bukan
main banyak kesulitan. Wartawan semestinya memiliki Pedoman Ejaan Bahasa
Indonesia Yang Disempurnakan untuk dikonsultasi sewaktu diperlukan.
Pertumbuhan
Kosa Kata
Kata-kata ialah alat para wartawan.
Mereka tidak dapat bekerja jika tidak memiliki jumlah kata yang cukup. Untuk
itu harus diperoleh suatu penguasaan, baik kosa kata (vocabulary) dan
ungkapan-ungkapan (phrase). Wartawan atau lebih luas media massa memunyai
peranan dalam menyiptakan kata-kata baru atau dalam pertumbuhan kosa kata.
Banyak kata yang dipopulerkan melalui surat kabar seperti heboh, gengsi, anda,
ganyang, ceria, sadis, dan sekian banyak kata baru yang muncul akhir-akhir ini.
D.
Patokan Menulis
Pada awalnya sudah dikatakan bahasa
jurnalistik memiliki sifat-sifat khas, yaitu singkat, padat, sederhana, lancar,
jelas, lugas, menarik, dan netral. Dalam hubungan itu, Rosihan Anwar (2004)
menyodorkan beberapa patokan dalam menggunakan bahasa jurnalistik Indonesia.
Gunakan kalimat-kalimat pendek. Prinsip inilah yang mengantarkan pengarang
Amerika Ernest Hemingway memenangkan Hadiah Pulitzer dan Hadiah Nobel. Waktu
muda Hemingway menjadi wartawan surat kabar Kansas City Star. Di situ, sambil
bekerja, ia banyak belajar tentang prinsip-prinsip penulisan berita.
Gunakan bahasa biasa yang mudah
dipahami orang. Apa yang disampaikan kepada khalayak (audience) harus betul-betul
dapat dimengerti orang. Jauhi kata-kata teknik ilmiah dan kata-kata bahasa
asing. Kalau terpaksa, jelaskan terlebih dahulu arti kata-kata itu. Gunakan
bahasa sederhana dan jernih pengutaraannya. Khalayak media massa terdiri
dari aneka ragam manusia dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang
berbeda-beda, dengan minat perhatian, daya tangkap, kebiasaan yang berbeda-beda
pula. Bayangkan pembaca yang pukul rata berpendidikan sederhana, katakanlah
tamat SMP agar tulisan kita mencapai khalayak yang aneka ragam itu. Rumus ini
dikemukakan Injo Beng Goat, pemimpin redaksi harian Keng Po di
Jakarta tahun 1950-an.
Gunakan bahasa tanpa kalimat
majemuk. Dengan menggunakan kalimat majemuk, pengutaraan pikiran kita
mudah terpeleset menjadi berbelit-belit dan bertele-tele. Wartawan sebaiknya
menjauhkan diri dari kesukaan memakai kelimat majemuk karena bisa mengakibatkan
tulisannya menjadi tidak terang (wolly). Gunakan bahasa dengan kalimat aktif,
bukan kalimat pasif. Membuat berita menjadi hidup bergaya ialah sebuah
persyaratan yang dituntut dari wartawan. Dibanding kalimat “Si Amat dipukul
babak belur oleh si Polan”, kalimat “Si Polan memukul si Amat babak belur”
terasa lebih hidup bergaya. Kalimat pasif jarang digunakan, walaupun ada
kalanya dia dapat menimbulkan kesan kuat.
Gunakan bahasa padat dan
kuat. Hematlah dengan kata-kata. Kembang-kembang bahasa dan pengulangan
makna yang sama seperti dalam sastra harus dihindarkan. Gunakan bahasa positif,
bukan bahasa negatif. Kalimat “Bupati Pesawaran Aries Sandi menolak
memberikan keterangan kepada Lampung Post” terasa lebih akurat
dibandingkan dengan kalimat “Bupati Pesawaran Aries Sandi tidak bersedia
memberi keterangan kepada Lampung Post“.
Kamus Besar Bahasa Indonesia(2005):
Bahasa jurnalistik adalah salah satu ragam bahasa Indonesia, selain tiga
lainnya — ragam bahasa undang-undang, ragam bahasa ilmiah, dan ragam bahasa
sastra.
Dewabrata: Penampilan bahasa ragam
jurnalistik yang baik bisa ditengarai dengan kalimat-kalimat yang mengalir
lancar dari atas sampai akhir, menggunakan kata-kata yang merakyat, akrab di
telinga masyarakat sehari-hari; tidak menggunakan susunan yang kaku formal dan
sulit dicerna. Susunan kalimat jurnalistik yang baik akan menggunakan kata-kata
yang paling pas untuk menggambarkan suasana serta isi pesannya. Bahkan nuansa
yang terkandung dalam masing-masing kata pun perlu diperhitungkan.
E.
Karakteristik Bahasa Jurnalistik
Secara spesifik, bahasa jurnalistik
dapat dibedakan menurut bentuknya, yaitu bahsa jurnalistik surat kabar, bahasa
jurnalistik tabloid, bahasa jurnalistik majalah, majalah jurnalistik radio
siaran, bahasa jurnalistik televisi dan bahasa jurnalistik suart kabar, selain
harus tunduk kepada kaidaja atau prinsip-prinsip umum bahasa jurnalistik, juga
memiliki ciri-ciri yang sangat khsusu dan spesifik. Hal ini yang memebdakan
dirinya dari bahasa jurnalistik majalah, bahasa jurnalistik radio, bahasa
jurnalistik televisi, dan bahasa jurnalistik media on-line internet.
Adapun ciri utama dari bahasa
jurnalistik yang secara umum berlaku untuk semua media berkala yaitu:
F.
Sederhana
Sederhana berarti selalu
mengutamakan dan memilih kata atau kalimat yang paling banyak diketahui
maknanya oleh khalayak pembaca yang sangat hetrogen; baik dilihat dari tingkat
intelektualitasnya maupun karakteristik demografis dan psikografisnya.
Kata-kata dan kalimat yang rumit, yang hanya dipahami maknanya oleh segelintir
orang, tabu digunakan dalam bahasa jurnalsitik
Singkat
Singkat berarti langsung kepada
pokok masalah (to the point), tidak bertele-tele, tidak berputar-putar, tidak
memboroslan waktu pembaca yang sangat berharga. Ruangan atau kapling yang
tersedia pada kolom-kolom halaman surat kabar, tabloid atau majalah sangat
terbatas, sementara isinya banyak dan beraneka ragam. Konsekuensinya apa pun pesan
yang akan disampaikan tidak boleh bertentangan dengan filosofi, fungsi dan
karakteristik pers.
Padat
Padat dalam bahasa jurnalistik
menurut Patmono SK, rekatur senior Sinar Harapan dalam bukunya Tehnik
Jurnalistik (1996:45) berarti sarat informasi. Setiap kalimat dan paragraf yang
ditulis membuat banyak informasi penting dan menarik untuk khalayak pembaca.
Ini berarti terdapat perbedaan yang tegas antara kalimat singkat dan kalimat
padat. Kalimat singkat tidak berarti memuat banyak informasi. Tetapi kalimat
yang padat kecuali singkat juga mengandung lebih banyak informasi.
G.
Lugas
Lugas berarti tegas, tidak ambigu,
sekaligus menghindari eufisme atau pengahlusan kata dan kalimat yang bisa
membingungkan khalayak pembaca sehingga terjadi perbedaan presepsi dan kesalah
konklusi.
H.
Jelas
Jelas berarti mudah ditangkap
maksudnya, tidak baur dan kabur. Sebagi
contoh, hitam adalah warna yang jelas, begitu juga dengan putih kecuali
jika keduanya digabungkan maka akan
menjadi abu-abu . perbedaan warna hitam dan putih melahirkan kesan kontras.
Jelas disini mengandung tiga arti: jelas artinya, jelas susunan kata atau
kalimatnya sesuai dengan kaidah objek predikat keterangan (SPOK), dan jelas
sasaran atau maksudnya.
I.
Jernih
Jernih berarti bening, tembus
pandang, transparan, jujur, tulus, tidak menyembunyikan sesuatu yang lain yang
bersifat negatif seperti prasangka atau fitnah. Dalam pendekatan analisis
wacana, kata dan kalimat yang jernih berarti kata dan kalimat yang tidak
memilki agenda tersembunyi di balik pemuatan suatu berita atau laporan keculai
fakta, kebenaran, kepentingan publik. Dalam perspektif orang-orang komunikasi,
jernih berarti senantiasa mengembangkan pola pikir positif (psitive thinking)
dan menolak pola pikir negatif (negative thinking). Hanya dengan pola pikir
positif kita kan dapat melihat smua fenomena dan persoalan yang teradpat dalam
masyarakat dan pemerintah dengan kepala dingin, hati jernih, dan dada lapang.
J.
Menarik
Menarik artinya mampu membangkitkan
minat dan perhatian khalayak pembaca. Memicu selera pembaca. Bahasa
jurnalistik berpijak pada prinsip menarik, benar dan Baku.
Demokratis
Demokratis berarti bahasa
jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta, atau perbedaan dari pihak
yang menyapa dan pihak yang disapa sebagaimana dijumpai dalam gramatika bahasa
Sunda dan bahasa Jawa. Bahasa jurnalistik menekankan aspek fungsional dan
komunal, sehingga sama seklai tidak dikenal pendekatan feodal sebagaimana
dijumpai pada masyarakat dalam lingkungan priyayi dan keraton.
K.
Populis
Populis berarti setiap kata,
istiulah atau kalimat apa pun yang terdapat dalam karya-karya jurnalistik harus
akrab ditelinga, di mata, dan di benak pikirna khalayak pembaca, pendengar, dan
pemirsa. Bahasa jurnalistik harus merakyat, artinya diterima dan diakrabi oleh semua
lapisan masyarakat. Kebalikan populis adalah elitis. Bahasa elitis adalah
bahasa yang hanya dimengerti dan dipahami segelintir kecil oarang saja,
terutama mereka yang berpendidikan dan berkedudukan tinggi.
L.
Logis
Logis berarti apa pun yang terdapat
dalam kata, istilah, kalimat atau paragraf jurnalistik harusdapat diterima dan
tidak bertentangan dengan akal sehat (common sense). Bahas jurnalisitk harus
dapat diterima dan sekaligus mencerminkan nalar. Disini berlaku hukum logika
M.
Gramatikal
Gramatikal
berarti kata, istilah, atau kaliamt apa pun yang dipakai dan dipilih dalam
bahasa jurnalistik harus mengikuti kaidah tata bahasa baku. Bahsa baku artinya
bahasa resmi sesuai dengan ketentuan taat bahasa serta pedoman ejaan yang
disempurnakan berikut pedoman pembentukan istilah yang menyertainya. Bahasa
baku adalah bahasa yang paling besar pengaruhnya dan paling tinggi wibawanya
pada suatu bangsan dan kelompok masyarakat.
N.
Mengutamakan kalimat aktif.
Kalimat
aktif lebih mudah dipahami dan lebih disukai oelh kahalayak pembaca dari pada
kalimat pasif. Bahasa jurnalistik harus jelas susunan katanya, dan kuat
maknanya (clear dan strong). Kalimat aktif lebih memudahkan pengertian dan
memperjelas tingakt pemahaman. Kalimat pasif sering menyesatkan pengertian dan
membingungkan tingkat pemahaman.
O.
Menghindari kata atau istilah teknis
Karena ditujukan untuk umu, maka bahasa jurnalistik
harus sederhana, mudah dipahami, ringan dibaca, tidak membuat kening berkerut
apalagi sampai membuat kepala berdenyut. Salah satu cara untuk itu ialah dengan
menghindari pengguanan kata atau istilah-istilah teknis. Bagaimanapun, kata
atau istilah teknis hanya berlaku untuk kelompok atau komuniats tertentu yang
relatif homogen. Realitas yang homogen, menurut perspektif filsafat bahasa, tidak
boleh dibawa ke dalam relatias yang hetrogen. Kecuali tidak efektif, juga
mengandung unsur pemerkosaan. Kalaupun tidak terhindarkan maka istilah teknis
itu harus disertai penjelasan dan ditempatkan dalam tana kurung.
Surat
kabar lebih banyak memuat kata atau istilah teknis, mencerminkan surat kabar
itu:
kurang
melakukan pembinaan dan pelatihan terhadap wartawannya yang malas.
tidak
memiliki editor bahasa.
tidak
memiliki buku panduan peliputan dan penulisan berita serta laporan.
tidak
memilki sikap profesional dalam mengelola penerbiatn pers yang berkualitas.
P.
Menghindari kata atau istilah asing
Berita ditulis untuk dibaca atau didengar. Pembaca
atau pendengar harus tahu arti atau makan setiap kata yang dibaca dan
didengarnya.Berita atau laporan yang banyak diselipi kata-kata. Asing, selian
tidak informatif dan komunikatif, juga sangat membingungkan.
Menurut teori komunikasi, khalayak media massa
anonim dan heterogen. Tidak saling mengenal dan benar-benar majemuk, terdiri
atas berbagai suku bangsa, latar belakang sosial-ekonomi, pendidikan,
pekerjaan, profesi dan tempat tinggal. Dalam perspektif teori jurnalistik,
memasukan akat atau istilah pada berita yang kita tulis, kita diudarakan atau
kita tayangkan, sama saja dengan sengaja menyebar banyak duri ditengah jalan.
Kecuali menyiksa diri sendiri, juga mencelakakan orang lain.
Q.
Tunduk kepada kaidah dan etika bahasa baku
Pers, sebagai guru bangsa dengan fungsinya sebagai
pendidik, pers wajib menggunakan serta tunduk kepada kaidah dan etika bahasa
baku, bahasa pers harus baku, benar, dan baik.
Dalam
etika berbahasa, pers tidak boleh menuliskan kata-kata yang tidak sopan,
kata-kata vulgar, kata-kata berisi sumpah serapah, kata-kata hujatan dan makian
yang sangat jauh dari norma sosial budaya agama, atau denagn rendah lainnya
dengan maksud untuk membangkitkan asosiasi serta fantasi seksual khalayak
pembaca.
R.
Analisis Problematika Penggunaan Bahasa Jurnalistik
Analisis penggunaan bahasa
jurnalistik (Contoh: Dari Berbagai Sumber)
Media
Indonesia Rubrik Editorial Edisi 7 Januari 2006.
Yang pertama, pada editorial Media
Indonesia edisi 7 Januari 2006 adalah dari segi judul. Pertama, pada edisi
7 Januari Media Indonesia menulis seperti ini: Jangan Bunuh Penumpang (kami).
Dari segi judul sedikit ekstrim, kata bunuh adalah kata yang terlalu ekstrem
untuk ditulis pada sebuah media yang notebenenya besar dan berpegang pada
fungsi utama pers yaitu sebagai edukasi, kata bunuh merupakan kata yang
mempunyai makna kejam dan sadis. Pada judul tersebut yang ditujukan
pada Jasa Penerbangan dan Pemerintah adalah provokasi seakan-akan
kesalahan utama pada kecelakaan itu disebabkan oleh kedua pihak tersebut
sehingga ”Media Indonesia” menulis Jangan Bunuh Penumpang (Kami).
Kedua,
pada judul Jangan Bunuh Penumpang (Kami), ada tanda kurung siku pada kalimat
Menurut Drs. AS Haris Sumadiria M.Si (Bahasa Jurnalisitik, 2006:237) fungsi
utama tanda kurung siku adalah, (1) tanda kurung siku mengapit kata, huruf atau
kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat
yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan dan kekurangan
itu memang terdapat dalam naskah asli. (2) tanda kurung siku mengapit
keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah dalam tanda kurung.
Jelas,
tanda kurung siku pada judul ediotorial khususnya pada kalimat ”Kami” tidak
masuk kriteria pemakaian tanda kurung siku. Kalaupun Media Indonesia menulis
Jangan Bunuh Penumpang Kami, sungguh tidak mengurangi makna yang dimaksud dan
justru lebih jelas apa yang dimaksud dan yang dituju oleh judul tersebut.
Ketiga, kalimat tidak pantas untuk ditulis yaitu
kalimat Berengsek!.Kalimat yang terletak pada paragraf empat ini sedikit
membuat penulistersentak, lengkap kalimatnya seperti ini. Disisi lain,
transportasi udara yang mestinya segalanya paling prima juga setali tiga uang.
Berengsek! Padahal, sektor penerbangan pertumbuhan penumpangnya mencengangkan.
Kalimat ”Berengsek” termasuk pada gaya bahasa
pertentangan yaitu sarkasme. Sarkasme sendiri adalah sejenis gaya bahasa yang
mengandung olok-olok atau sindiran pedas dan menyakiti (Poerwadarminta,
1976:875). Ciri utama bahasa sarkasme ialah selalu mengandung kepahitan dan
celaan yang getir, menyakiti hati dan kurang enak didengar (Tarigan, 1985:92).
Dalam bahasa sehari-hari saja, kata Berengsek mempunyai makna negatif bahkan,
dalam acara-acara televisi asing, kata Fuck yang berarti ˜Berengsek”
sering disensor dengan bunyi..Teeeet. Ini menjadi sebuah ironi, Media Indonesia
walaupun menggunakannya dalam bahasa tulis tapi makna yang dimaksud dan makan
konotatifnya tidak sedikit pun bisa di kurangi yaitu kasar.
Dalam persfektif bahasa jurnalistik, sarkasme
berkembang dalam suatu masyarakat sebagai cerminan masyarakat itu sedang sakit.
Sarkasme menujukan kaidah normatif pada budaya peradaban tinggi, dianggap tidak
lagi efektif dalam menjawab berbagai persoalan sosial-ekonomi dan politik suatu
bangsa. Orang tidak lagi memilih pola pikir logis etis tetapi lebih suka
mengembangkan cara-cara sikap dan perilaku sadis dan anarkis. Bahasa
jurnalistik terlarang menggunakan kata-kata kasar, menyakiti hati, tidak enak
didengar, vulgar, sarat sumpah serapah, dan lebih jauh lagi mencerminkan pola
perilaku orang, atau kelompok masyarakat yang tidak beradab. (Drs. AS Haris
Sumadiria, 2006: 161).
Media
Indonesia Rubrik Editorial Edisi 8 Januari 2006
Seperti halnya analisis pada Editorial edisi 7
Januari 2006, pada editorial Media Indonesia edisi 8 Januari 2006 adalah dari
segi judul yaitu Manis bagi Pejabat Racun untuk Rakyat. Pertama, Media
Indonesia menulis judul pada Editorial edisi 8 Januari 2006 dengan: Manis bagi
Pejabat Racun untuk Rakyat. Judul yang ditulis sungguh menarik, dan mempunyai
nilai sastra yang cukup bagus terutama rima (bunyi akhir kalimat) yang sama,
seperti kata penjabat mempunyai rima yang sama dengan rakyat yaitu atau. Ini
menjadi daya tarik tersendiri, terutama menjadikan judul ini memenuhi kriteria
karakteristik bahasa jurnalistik yaitu menarik.
Dari segi judul telah membuat pembaca tertarik untuk
membaca selanjutnya, sebab dalam perspektif bahasa jurnalistik judul sangat
menentukan langkah selanjutnya pada pembaca. Jika judul itu menarik dan membuat
pembaca tertarik biasanya pembaca seperti didorong untuk membaca isinya secara
utuh. Berbeda dengan judul yang monoton bahkan kering, membuat pembaca hanya
”numpang lewat dan numpang lihat saja” dan beralih pada tulisan lain.
Selanjutnya
dari segi isi tulisan editorial ini, seperti halnya tulisan pada editorial yang
lain, sifatnya to the point atau langsung pada yang dituju, selain itu juga
bahasa yang digunakan mudah dicerna dan dimengerti oleh semua kalangan. Jadi
bisa dikatakan bahasa yang dipakai telah memenuhi kriteria karakteristik bahasa
jurnalistik; sederhana, singkat, padat, lugas, jelas dan menarik.
Media
Indonesia Rubrik Editorial Edisi 9 Januari 2006
Dari
segi judul Media Indonesia menulis pada Editorial 9 Januari 2006 Parpol Terlalu
Banyak. Judul yang ditulis sungguh sederhana, singkat, padat dan lugas.
Judul tersebut cukup mewakili isi tulisan secara garis besar yaitu tentang
semakin maraknya paratai politik menjelang pemilu.
Namun
ada kejanggalan dari segi sisi tulisan. Khususnya pada kalimat orde
reformasi pada paragraf keempat, secara jelas isi tulisan seperti ini
isinya: Karena kapok dengan otoritarianisme dan pengebirian aspirasi, era
reformasi kembali menganut sistem mulitipartai. Dalam tulisan ini terdapat
kejanggalan adalah kata reformasi tidak ditulis dengan diawali huruf besar,
sebab ini berbeda dengan kata era Orde Baru pada paragraf ketiga, pada kata
Orde Baru ditulis dengan dimulai huruf besar. Untuk lebih lengkap isi
tulisannya seperti ini: Setelah Orde Baru tumbang, sistem tiga partai
jebol.Politik Indonesia kembali menganut sistem multipartai sebagai reaksi atas
keasadaran bahwa selama era Orde Baru terajdi penyumbatan aspirasinya
Menurut
Drs. As Haris Sumadiria (Bahasa Jurnalistik, 2006:213) bahwa huruf kapital
dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintahan dan
ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan. Dari
tinjauan teori tadi jelas bahwa pada isi tulisan editorial tersebut pada kata
era reformasi huruf reformasi harus diawali dengan huruf kapital sebab kata era
reformasi termasuk pada bagian unsur negara, seperti halnya kata era Orde Baru
yang diawali dengan huruf kapital. Maka kalimat itu seharusnya menjadi era
Reformasi.
Selanjutnya,
yang saya cermati pada paragraf ketiga belas, terdapat kalimat electoral
threshold, lebih jelas susunan isi tulisannya yaitu: Jadi, kita sebaiknya
mengarah ke sistem parti sederhana. Tidak didasarkan dekrit atau keppres,
tetapi pada ketentuan mengenai electoral threshold. Dengan demikian jika ingin
menyederhanakan partai, naikan saja electoral threshold dari sekarang 3%
menjadi 4 % atau 5 % bahkan lebih.
Termasuk
dari kriteria karakteristik bahasa jurnalistik adalah menghindarkan kata atau
istilah asing, pada isi tulisan editorial tersebut kata electoral threshold
adalah kata dan istilah asing dan penggunaan kata dan istilah asing tersebut
dipandang kurang efektif sebab sedikit tidak dimengerti baik artinya atau
maknanya.
Solusinya
adalah kalaupun terpaksa menulis kata atau isitilah asing maka kata tersebut
hendaklah diberi sedikit penjelasan dengan menyisipkan arti atau makna pada
tanda kurung, tujuannya agar pikiran pembaca sampai dengan apa yang dimaksud serta
menjembatani pada tulisan selanjutnya. Sebab jika pada suatu kalimat terdapat
sesuatu yang tidak dimengerti oleh pembaca bisa jadi hal ini akan mengganggu
pada proses pemahaman kalimat dan tulisan berikutnya, alih-alih pembaca
biasanya malas meneruskan bacaannya. Secara garis besar tulisan ediorial ini
menarik dan telah memenuhi kriteria karakteristik bahasa jurnalistik, selain
hal-hal diatas.
Karakteristik
Kalimat pada Koran
1.
Singkat.
2.
Padat.
3.
Sederhana.
4.
Lugas.
5.
Menarik.
6.
Jelas.
Bahasa
yang digunakan dapat dimengerti oleh pembacanya.
Ide-ide
yang disampaikan dalam media massa tidak perlu dijelaskan dengan sangat detil.
Kata-kata
tak bermakna dalam media massa sangat sedikit
S.
Pengertian Hermaneutik
Secara etimologis,
kata hermeneutika berasal dari bahasa Yunani, hermeneuein, yang
berarti menafsirkan. Dalam mitologi Yunani, kata ini sering dikaitkan dengan
tokoh bernama Hermes, seorang utusan yang mempunyai tugas menyampaikan pesan
Jupiter kepada manusia. Tugas menyampaikan pesan berarti juga mengalihbahasakan
ucapan para dewa ke dalam bahasa yang dapat dimengerti manusia. Pengalih
bahasaan sesungguhnya identik dengan penafsiran. Dari situ kemudian pengertian
kata hermeneutika memiliki kaitan dengan sebuah penafsiran atau
interpretasi.
Paul Ricoeur mendefinisikan hermeneutika yang
mengacu balik pada fokus eksegesis tekstual sebagai elemen distingtif dan
sentral dalam hermeneutika. Maksudnya disini hermeneutika merupakan teori
tentang kaidah-kaidah yang menata sebuah eksegesis, dengan kata lain, sebuah
interpretasi teks partikular atau kumpulan potensi tanda-tanda keberadaan yang
dipandang sebagai sebuah teks. Hermeneutika adalah proses penguraian yang
beranjak dari isi dan makna yang nampak ke arah makna terpendam dan
tersembunyi. Hermenetik menurut pandangan ialah Sebuah metode untuk
memahami teks yang diuraikan.
T.
Tokoh-tokoh pengembang Hermaneutik
Ada banyak tokoh dalam hermeneutika.
Sebut saja, misalnya, F.D.E Schleiermarcher, Wilhelm Dilthey, Hans-Georg
Gadamer, Jurgen Habermas, dan Paul Ricoeur. Unsur-unsur penting yaitu:
mengungkapkan, menjelaskan, dan menerjemahkan. Adapun asal-usul
hermeneutika sendiri yakni ketika Hermes menyampaikan pesan para
dewa kepada manusia. Dan hermeneutika pada akhirnya diartikan sebagai ‘proses
mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti’. “Pertama hermeneutika
sebagai teori eksegesis Bibel yakni merujuk pada prinsip-prinsip interpretasi
Bibel, dan hal tersebut memasuki penggunaan modern sebagai suatu kebutuhan yang
muncul dalam buku-buku yang menginformasikan kaidah-kaidah eksegesis kitab suci
(skriptur). Yang kedua hermeneutika sebagai metodelogis filogogis
yang menyatakan bahwa metode interpretasi yang diaplikasikan terhadap Bibel
juga dapat diaplikasikan terhadap buku yang lain, selalnjutnya Yang ketiga hermeneutik
sebagai ilmu pemahaman linguistikKeempat, hermeneutika sebagai fondasi
metodologi bagi geisteswissenschaften yang melihat inti disiplin yang
dapat melayani sebagai fondasi bagi geisteswissenschaften (yaitu, semua
disiplin yang memfokuskan pada pemahamn seni, aksi, dan tulisan manusia). Kelima, hermeneutika
sebagai fenomenologi dasein dan pemahaman eksistensial, dalam konteks
ini tidak mengacu pada ilmu atau kaidah interpretasi teks atau pada metodologi
bagi geisteswissenschaften, tetapi pada penjelasan fenomenologisnya
tentang keberadaan manusia itu sendiri. Yang terakhir hermeneutika
sebagai sistem interpretasi:menemukan makna vs ikonoklasmeyakni sebuah
interpretasi teks partikular atau kumpulan potensi tanda-tanda keberadaan yang
dipandang sebagai teks” (Palmer, 2003: 38-49). Dalam Webster’s Third New
Internasional Dictionary dijelaskan bahwa hermeneutika adalah studi tentang
prinsip-prinsip metodelogis interpretasi dan eksplanasi. Pada dasarnya
hermeneutika adalah landasan filosofi dan merupakan juga modus analisis
data.
U.
Cara Kerja Hermeneutika
Dalam
buku Hermeneutik sebuah Metode Filsafat (Sumaryono,1993:30-33) menjelaskan
bahwa dasar dari semua objek itu netral, sebab objek adalah objek. Sebuah meja
di sini atau bintang di angkasa berada begitu saja. Benda-benda itu tidak
bermakna pada dirinya sendiri. Hanya subjeklah yang kemudian memberi ‘pakaian’
arti pada objek. Arti atau makna diberikan kepada objek oleh subjek, sesuai
dengan cara pandang subjek. Jika tidak demikian, maka objek menjadi tidak
bermakna sama sekali. Husserl menyatakan bahwa objek dan makna tidak pernah
terjadi secara serentak atau bersama-sama, sebab pada mulanya objek itu netral.
Meskipun arti atau makna muncul sesudah objek atau objek menurunkan maknanya
atas dasar situasi objek, semuanya adalah sama saja
V.
Latar Belakang Hermeneutika
Paul Ricoeur adalah seorang filsuf, dalam
karya-karyanya sepertinya ia memiliki persfektif kefilsafatan yang beralih dari
analisis eksistensial kemudian ke analisis eidetik (pengamatan yang semakin
mendetail), fenomenologis, historis, hermeneutika hingga pada akhirnya
semantik. Dengan mengutif Nietzsche, ia mengatakan bahwa hidup itu sendiri
adalah interpretasi (Ricoeur,1974:12). Bilamana terdapat pluralitas makna, maka
disitu interpretasi dibutuhkan. Apalagi jika simbol-simbol dilibatkan.
Interpretasi menjadi penting, sebab disini makna mempunyai multi lapisan.
Hermeneutika sendiri yaitu mengupas tentang makna
tersembunyi dalam teks yang kelihatan mengandung makna, karena setiap interpretasi
adalah usaha untuk “membongkar” makna-makna yang masih terselubung atau usaha
membuka lipatan-lipatan dari tingkat-tingkat makna yang terkandung dalam makna
kesusastraan
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Jika disimpulkan ada sedikit perbedaan cara
penyajian bahasa jurnalistik pada media cetak dan media indonesia. Namun tidak
menutup mata sebenarnya ada beberapa point tentang cara penyajian bahasa
jurnalistik pada media cetak dan media elektronik yang sama diantaranya gaya
ringan bahasa sederhana, gunakan prinsip ekonomi kata, gunakan ungkapan lebih
pendek dan gunakan kata sederhana.
Media massa merupakan suatu wadah bagi para jurnalis
untuk menuangkan segala aspirasi dan informasi yang dapat diberikan para jurnalis
kepada masyarakat. Jurnalis mengembangkan penggunaan bahasa Indonesia kedalam
bahasa jurnalistik.
B. Saran
Diharapkan kepada mahasiswa lebih memahami teori
hermeutika dan gaya bahasa jurnalistik, karena berguna saat proses membuat atau
menulis sebuah berita. Dapat diterapkan dalam kehidupan sehari untuk membuat
sebuah berita. Kepada pembaca lebih bisa untuk mengembangkan pembelajaran
jurnalistika kearah yang lebih sempurna.
TUGAS
2
Preview news adalah berita yang
meengemukakan tentang akan berlangsungnya suatu acara atau kegiatan. Preview
news ini memberikan sejumlah informasi tentang suatu hal sebelum kegiatan itu
berlangsung. Preview news ini dimuat
ketika suatu acara atau kegiatan akan berlangsung atau dapat dikatakan betita
tersebut dimuat sebelum acara atau kegiatan tersebut dilaksanakan.
Contoh
penyajian preview news dari straight news.
Contoh
1:
Persiapan
Menjelang Lomba Aampan diSambas
Pada tanggal 16 desember 2014, besok hari
diadakan lomba sampan disambas yang akan berlangsung pada hari minggu pukul
15:00 WIB. Banyak yang mengikuti lomba tersebut dan berasal dari berbagai
daerah. Penduduik sekitar dan luar sambas sangat antusias untuk mrenonton lomba
sampan yang meriah. Lomba sampan ini diadakan setiap tahun di kota sambas.
“ acara ini guna untuk melestarikan
budaya sampan yang ada didaerah sambas” ujar seorang panitia lomba sampan.
Acara sampan ini berlangsung pada besok
hari, Minggu ttangal 16 Desember di Sungai Sambas pada pukul 15:00 ewib. Banyak
persiapan-persiapan yang dilakukan panitia lomba sampan un tuk menjelang
berlangsungnya lomba sampan besok hari diantaranya memasang umbul-umbul
disetiap sisi jalan dan memasang spanduk serta mengecek kegiatan administrasi peserta
lomba sampan.
“ Persiapan menyeluruh sebenarnya sudah
kami lakukan 2 minggu menjelang acara lomba sampan ini, banyak pro dan kontra
sebenarnya dengan acara ini.” Ujar Andi sebagia ketua panitia lomba.
Contoh
2 :
Persiapan
Menjelang Upacara 17 Agustus 19945 di Kantor Walikota
Singkawang
Upacara 17 Agustus 1945 merupakan salah
satu upacara yang wajib dilaksanakan oleh berbagai instansi diseluruh Indonesia
tanoa terkecuali termaksud Singkawang. Padatanggal 17 Agustus 2014, besok hari
akan berlangsungnya upoacara yang kaan diadakan dihalaman kantor walikota
singkawang.
Upacara tersebut sks berlangsung pada
pukul 08 : 00 Wib, bertempatkan de[an kantor walikota yaitu dihalaman. Peserta
upacara diikuti dari berbagai kalangan seperti, Guru, Siswa, serta mahasiswa. Serta PAKIBRA.
“Kami mempersiapkan kegiatan ini selama 1
bulan secara rutin kami latihan. “ Ujar salah satu anggota paskibra.