Psy - Gangnam Style

Minggu, 11 Januari 2015

KELOMPOK 7 ( Putra dan Setia Agung )

TUGAS 1
Audience dan Pengaruhnya Terhadap Komunikasi Massa
 Diajukan Sebagai Syarat untuk Melengkapi Tugas Mata  Kuliah
Jurnalistik

Dosen Pengampu : Azizah , S. Kom.

Di Susun Oleh :
Putra
Setia Agung

Semester : V



Kelompok : 7


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
STKIP SINGKAWANG
2014

Audience dan Pengaruhnya Terhadap Komunikasi Massa
Diajukan Sebagai Syarat untuk Melengkapi Tugas Mata  Kuliah
Jurnalistik

Dosen Pengampu : Azizah , S. Kom.
Di Susun Oleh :
Putra
Setia Agung
Semester : V
Description: D:\semester 2\SEMESRTER 1\makalah\logo stkip singkawang.jpeg
Kelompok : 7
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
STKIP SINGKAWANG
2014


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan pertolonganNya penyusun dapat menyelesaiakan karya ilmiah yang berjudul ‘Audience dan Pengaruhnya Terhadap Komunikasi Massa’. Meskipun banyak rintangan dan hambatan yang dialami dalam proses pengerjaannya, tapi penyusun berhasil menyelesaikannya dengan baik.
Tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada dosen yaitu Ibu Azizah, S.I,Kom. pembimbing yang telah membantu dalam mengerjakan proyek ilmiah ini. Penyusun juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman mahasiswa yang juga sudah memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan karya ilmiah ini. Tentunya ada hal-hal yang ingin diberikan kepada masyarakat atau mahasiswa dari hasil karya ilmiah ini. Karena itu penyusun berharap semoga karya ilmiah ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi kita bersama.
Pada bagian akhir, penyusun akan mengulas tentang berbagai masukan dan pendapat dari orang-orang yang ahli di bidangnya, karena itu penyusun harapkan hal ini juga dapat berguna bagi kita bersama.
Semoga karya ilmiah yang dibuat ini dapat membuat kita mencapai kehidupan yang lebih baik lagi.

Singkawang,   Oktober 2014


  Penyusun,



DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................... .... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
A.    Latar Belakang............................................................................................. 1
B.     Rumusan Masalah........................................................................................ 1
C.    Tujuan........................................................................................................... 1
D.    Manfaat......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 3
A.    Uses and Gratification................................................................................. 3
B.     Information Seeking..................................................................................... 6
BAB III PENUTUP............................................................................................ 12
A.    Kesimpulan................................................................................................... 12
B.     Saran............................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 13







BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kata audiens menjadi mengemuka ketika diidentikan dengan “receivers” dalam model proses komunikasi massa (source, channel, message, receiver, effect) yang dikemukakan oleh Wilbur Schramm (1955). Audiens adalah sekumpulan orang yang menjadi pembaca, pendengar, dan pemirsa berbagai media atau komponen beserta isinya, seperti pendengar radio atau penonton televisi.
Dengan demikian Audiens dapat didefinisikan dalam beberapa aspek: aspek lokasi (seperti dalam kasus media lokal); aspek personal (seperti ketika media dicirikan dengan mengacu pada kelompok usia tertentu, jenis kelamin, keyakinan politik atau pendapatan); aspek jenis media yang dipakai (teknologi dan organisasi gabungan); aspek isi pesan (genre, materi pelajaran, gaya); aspek waktu ('primetime' dan ‘primetime’, penonton dan juga lama menonton).
Sebelum media massa ada, audiens adalah sekumpulan penonton drama, permainan dan tontonan. Setelah ada kegiatan komunikasi massa, audiens sering diartikan sebagai penerima pesan-pesan media massa.
B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas antaralain sebagai berikut.
1.      Apa yang dimaksud dengan Uses and Gratification?
2.      Apa yang dimaksud dengan Information Seeking?


C.    Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah
1.      Untuk mengetahui uses and gratification.
2.      Untuk mengetahui information seeking.

D.    Manfaat
Manfaat yang dapat ambil dari makahal ini adalah:
1.      Mahasiswa.
Agar bisa menambah wawasan lebih luas tentang audience dan pengaruhnya terhadap komunikasi massa, serta menambah pengetahuan yang dimiliki.
2.      Dosen.
Agar bisa membantu dalam proses mengajar di dalam kelas tentang materi audience dan pengaruhnya terjadap komunikasi massa.
3.      Penyusun.
Bagi kami sendiri ini sangat membantu  dalam belajar, agar apa yang kami ketahui bisa menambah wawasan dan pengetahuan yang kami miliki.







BAB II
PEMBAHASAN

A.    Uses and Gratification
Teori Penggunaan dan Pemenuhan Kebutuhan ( Uses and Gratification Theory ) adalah salah satu teori komunikasi (massa) dimana titik berat penelitian dilakukan pada pemirsa atau khalayak sebagai penentu pemilihan pesan dan media. Selain itu dapat di pahami bahwa Uses and Gratifications Theory atau Teori kegunaan dan kepuasan memandang pengguna media mempunyai kesempatan untuk menentukan pilihan-pilihan media sumber beritanya. Dalam hal ini, pengguna media berperan aktif dalam kegiatan komunikasi untuk memenuhi kepuasannya. (Nurudin, 2003).
Pendekatan Uses and Gratifications untuk pertama kali dikenalkan oleh Alihu Katz (1959) dalam artikel sebagai reaksinya terhadap pernyataan Bernard Berelson (1959) bahwa penelitian komunikasi tampaknya akan mati. Katz menegaskan bahwa bidang kajian yang sedang sekarat itu adalah studi komunikasi massa sebagai persuasi. Dia menunjukkan bahwa kebanyakan penelitian komunikasi sampai waktu itu diarahkan kepada penyidikan efek kampanye persuasi pada khalayak. Katz mengatakan bahwa penelitiannya diarahkan kepada jawaban terhadap pernyataan, apa yag dilakukan media utuk khalayak (What do the media do to people?). Kebanyakan penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi massa berpengaruh kecil terhadap khalayak yang dipersuasi Oleh karena itu para peneliti berbelok ke variable-variabel yang menimbulkan lebih banyak efek, misalnya efek kelompok (Effendy, 1993:289).
Menurut Desi Dwi Hapsari (2001:23-24) dalam skripsinya mengatakan Uses and Gratifications menunjukkan bahwa yang menjadi permasalahan utama bukanlah bagaimana media mengubah sikap dan prilaku khalayak, tetapi bagaimana media memenuhi kebutuhan pribadinya dan sosial khalayak. Jadi, bobotnya ialah pada khalayak yang aktif, yang sengaja menggunakan media untuk mencapai tujuan khusus.
Menurut Katz, Gurevitch, dan Haas, seperti dikutip Onong Uchjana Effendy dalam bukunya yang berjudul Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi (1993:294), model Uses and Gratifications memulai dengan lingkungan sosial (social environment) yang menentukan kebutuhan kita. Lingkungan sosial tersebut meliputi ciri-ciri afiliasi kelompok dan ciri-ciri kepribadian. Kebutuhan individual (individual’s needs) dikategorikan sebagai:
1.      Cognitive needs (kebutuhan kognitif)
Kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan informasi, pengetahuan dan pemahaman mengenai lingkungan. Kebutuhan ini didasarkan pada hasrat untuk memahami dan menguasai lingkungan, juga memuaskan rasa penasaran kita dan dorongan untuk penyelidikan kita.
2.      Affective needs  (kebutuhan efektif)
Kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan pengalaman-pengalaman yang estetis, menyenangkan, dan emosional.
3.    Personal integrative needs (kebutuhan peribadi secara integratif)
Kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan kredibilitas, kepercayaan, stabilitas, dan status individual. Hal-hal tersebut diperoleh dari hasrat akan harga diri.

4.    Social integrative needs (kebutuhan sosial secara integratif)
Kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan kontak dengan keluarga, teman, dan dunia. Hal-hal tersebut didasarkan pada hasrat untuk berfiliasi.


5.    Escapist needs (kebutuhan pelepasan)
Kebutuhan yang berkaitan dengan upaya menghindarkan tekanan, ketegangan, dan hasrat akan keanekaragaman.

Dalam teori uses and gratifications diaplikasikan pada motif pengguna dalam memanfaatkan media internet sebagai media komunikasi baru untuk memenuhi kebutuhan informasi, hiburan dan identitas personal. Liliweri dalam skripsi Dini Widiyanti (2004:32-33), Uses and gratification dilandasi pada asumsi-asumsi antara lain:
Penggunaan media pada akhirnya untuk mencapai suatu tujuan. Khalayak menggunakan media massa untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dengan sifatnya yang spesifik. Kebutuhan ini berkembang dengan lingkungan sosial.
Khalayak memilih jenis dan isi media massa untuk memenuhi kebutuhannya. Jadi khalayak terlibat dalam suatu proses komunikasi massa dan mereka dapat mempengaruhi media untuk kebutuhan-kebutuhan mereka secara lebih cepat dibandingkan dengan media yang dapat menguasai mereka.
Disamping media massa sebagai sumber informasi, maka ada pula berbagai sumber-sumber lain yang dapat memuaskan kebutuhan khalayak. Oleh karena itu media massa harus lebih bersaing dengan sumber-sumber lainnya. 
Khalayak mengetahui kebutuhan tersebut dan dapat memenuhinya jika dikehendaki. Mereka juga mengetahui alasan-alasan untuk menggunakan dan memilih media massa. 
Teori Uses and Gratifications pada awalnya muncul di tahun 1940 dan mengalami kemunculan kembali dan penguatan ditahun 1970an dan 1980an. Para teoritis pendukung Teori Uses and Gratifications berargumentasi bahwa kebutuhan manusialah yang mempengaruhi bagaimana mereka menggunakan dan merespon saluran media. Zillman sebagaimana dikutip McQuail telah menunjukkan pengaruh mood seseorang saat memilih media yang akan ia gunakan, pada saat seseorang merasa bosan,  maka ia akan memilih isi yang lebih menarik dan menegangkan dan pada saat seseorang merasa tertekan ia akan memilih isi yang lebih menenangkan dan ringan.
B.     Information Seeking
Menurut Donohew dan Tipton (1973), Information Seeking menjelaskan tentang pencarian, penginderaan, dan pemrosesan informasi, disebut memiliki akar dari pemikiran psikologi sosial tentang sikap. Salah satu asumsi utamanya adalah bahwa orang cenderung untuk menghindari informasi yang tidak sesuai dengan image of reality-nya karena informasi itu bisa saja membahayakan.
Information seeking adalah proses atau kegiatan yang mencoba untuk mendapatkan informasi dan teknologi baik dalam konteks manusia. Mencari informasi berkaitan dengan, tetapi belum berbeda, pengambilan informasi (IR). information seeking juga diartikan sebagai upaya menemukan informasi secara umum, dan information searching adalah aktivitas khusus mencari informasi tertentu yang sedikit-banyaknya sudah lebih terencana dan terarah.
Dalam istilah sederhana, information seeking melibatkan pencarian, pengambilan, pengakuan, dan penerapan isi yang maknawi. Pencarian ini bisa eksplisit atau implisit, pencarian mungkin hasil dari strategi khusus atau kebetulan, informasi yang dihasilkan mungkin akan dipeluk atau ditolak, seluruh pengalaman dapat dilakukan melalui suatu kesimpulan logis atau dihentikan di tengah jalan, dan mungkin ada juta potensi hasil lainnya.
Information seeking telah dilihat sebagai latihan kognitif, sebagai pertukaran sosial dan budaya, sebagai strategi diskrit diterapkan ketika menghadapi ketidakpastian, dan sebagai syarat dasar kemanusiaan di mana semua individu ada. Bahkan, perilaku informasi mungkin istilah yang lebih tepat, bukan mencari informasi, untuk terbaik menggambarkan hubungan multi-faceted informasi dalam kehidupan manusia, sebuah hubungan yang dapat mencakup baik aktif mencari melalui saluran informasi formal dan berbagai lain sikap dan tindakan, termasuk skeptisisme dan ambivalensi ( Pendleton & Chatman 1998 ). 
Kuhlthau menjelaskan proses information seeking sebagai inisiasi, pemilihan, eksplorasi, perumusan, pengumpulan, dan presentasi. 
1.      Inisiasi
Inisiasi dimulai dengan pengakuan kebutuhan informasi dan melibatkan upaya pertama untuk menyelesaikan ketidakpastian. Dalam teori psikologi perilaku, ketidakpastian, kebaruan, dan varietas memberikan motivasi awal untuk mencari informasi ( Wentworth & Witryol 1990 ). Keinginan psikologis untuk memprediksi hasil, untuk mengetahui yang tidak diketahui, atau untuk memperluas jangkauan pengalaman berfungsi sebagai daya dorong utama untuk mencari informasi dari perspektif behavioris. George Kelly berangkat dari kedua behaviorisme dan psikologi kognitif tradisional untuk menyarankan pengetahuan itu, dan informasi mencari yang membangun pengetahuan, muncul dari konstruksi pribadi ketimbang pengambilan murni objektif dan aplikasi (1955). Proses dan produk dari konstruksi ini adalah pengalaman unik dipengaruhi oleh keadaan kognitif, afektif, dan material individu. Kebutuhan untuk memodifikasi pribadi konstruksi sebagai situasi yang baru dan pengalaman muncul kebakaran mencari informasi.
2.      Seleksi
Setelah satu mengakui perlu tahu, pertanyaan tentang apa yang perlu mengetahui harus dijawab. Dalam seleksi, mengetengahkan individu informasinya perlu sehubungan dengan topik umum atau bidang pengetahuan. mencari informasi situasi formal mungkin memerlukan seorang individu untuk berhubungan dengan taksonomi yang sangat terorganisir area yang tunduk pada pertanyaan tertentu atau masalah. Sebagai contoh, sekolah istilah kertas tugas sering meminta siswa untuk menyelidiki pertanyaan penelitian dengan menggunakan metode yang ditentukan, untuk memanfaatkan sumber-sumber informasi tertentu, dan untuk menyajikan temuan mereka dalam format yang seragam. Untuk menyelesaikan tugas, mahasiswa harus menerjemahkan kebutuhan informasi mereka ke dalam sistem organisasi yang perpustakaan dan agen-agen informasi lainnya telah dikembangkan. Namun, semua ini ketertiban dan peraturan memungkiri kekacauan yang melekat untuk benar-benar menempatkan sebuah pertanyaan tak terjawab dalam skema luas pengetahuan manusia.
Menjawab pertanyaan berorientasi fakta sederhana menyajikan sedikit kesulitan menemukan di luar disiplin yang sesuai, bidang topik, atau deskriptor subjek. Namun, masalah yang kompleks sering membutuhkan banyak pemikiran dan usaha. Individu harus menggambar apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui, ikuti web besar tangen dan isu-isu sisi ke sisi jantung dilema, mengidentifikasi berbagai disiplin ilmu dengan perspektif terhadap masalah ini, dan berhubungan hierarki eksternal dan sistem data untuk tayangan internal unik dan berbeda kebutuhan pribadi. Tentu saja, isu yang paling relevan dan penting dalam hidup cenderung menjadi yang paling rumit. Filsafat fenomenologi, dengan penolakannya terhadap obyek / dikotomi subjek, menunjukkan bahwa setiap pencarian informasi situasi adalah pengalaman unik, dibuat berbeda dengan segala sesuatu pencari membawa untuk mencari ( Budd 2001 ). Dengan demikian, sedangkan taksonomi diperlukan dan bermanfaat bagi organisasi informasi, tindakan pemilihan tempat permintaan tangguh pada individu untuk menghubungkan pribadi dan khas dengan tujuan dan umum. Dalam proses pencarian informasi model-nya, Kuhlthau tampaknya mengenali tantangan dan menekankan bahwa individu harus didorong untuk melanjutkan dengan langkah mereka sendiri dalam proses seleksi dan bahwa perasaan kecemasan umum dalam proses ini harus diakui dan ditegaskan (1993).
Tahap eksplorasi menemukan pencari mencari informasi tentang topik atau topik yang menarik, bergulat dengan konsep dasar, dan mengidentifikasi isu-isu terkait. Eksplorasi berfungsi sebagai metode yang dasar-dasar konstruksi baru diletakkan, "membuka dimensi-dimensi pribadi dari makna dalam alam semesta dipahami dalam hal proses ( Warren 1991 , 529). " Eksplorasi menyediakan topografi yang satu melintasi untuk mengukir jalan yang individu pemahaman. Baik dan sosial faktor pribadi mempengaruhi baik proses dan produk dari eksplorasi ( Gandy 1998 , Pendleton & Chatman 1998 , Dervin 1999 , Kuhlthau 1993 , Budd 2001 ). Selanjutnya, individu cenderung untuk informasi nilai yang diperoleh dari-tangan investigasi pertama dalam lingkup kehidupan sehari-hari, seperti belajar dari pengalaman mereka sendiri dan mencari saran dari orang lain dalam kelompok sosial mereka ( Pendleton & Chatman 1998 , Myers 1998 ). Hal ini tidak berarti informasi yang dari luar ranah pribadi dan sosial secara langsung tidak relevan atau membantu dalam mencari informasi, tetapi kolaborasi dan komunikasi membayar individu kesempatan untuk menggunakan informasi tersebut dalam cara-cara yang bermakna.
3.      Koleksi
Dalam pengumpulan, mengumpulkan pencari dan sumber daya review yang membahas fokus khusus ia telah dirumuskan. Pada titik ini, individu harus memiliki cukup berkembang suatu pemahaman umum tentang prinsip-prinsip dan konsep yang mendasari masalah nya untuk membuat keputusan mengenai relevansi dari kedua isi dan bentuk. Jika tujuan mencari informasi adalah untuk mengembangkan pemahaman pribadi, maka koleksi melibatkan lebih dari menerima atau menolak bit data. Koleksi memerlukan individu untuk memilih tidak hanya apa yang erat dengan perhatian khusus tetapi juga untuk menentukan bagaimana setiap ide baru cocok menjadi solusi berkembang, untuk mengatur dan dapat terhubung informasi dengan cara yang berlaku dari kedua tujuan dan perspektif subyektif.
4.      Presentasi
Kuhlthau menggambarkan tahap presentasi dalam proses pencarian informasi model-nya dalam hal pidato, laporan, atau produk lain untuk latihan sekolah atau tugas (1993). Namun, semua orang menyajikan buah dari informasi mereka mencari ketika mereka menerapkan pengetahuan baru. Sebagai informasi yang dimasukkan untuk digunakan, isu-isu kekuasaan dan kewajiban timbul. pengetahuan baru dapat menjadi alat untuk perlawanan atau asimilasi. Ini mungkin membantu untuk memecahkan masalah atau mengungkapkan kedalaman lebih besar dari disonansi dan kontroversi. Ini dapat memberikan wawasan tentang masalah, tetapi tidak dapat menjamin bahwa keadaan luar akan memungkinkan untuk solusi. Terlepas dari hasil nya, aplikasi dan transformasi data ke dalam pemahaman pribadi baru berfungsi sebagai hasil penting yang membedakan mencari informasi dari pencarian informasi.

Dengan pemikiran demikian, komunikasi pembangunan ‘cara lama’ (tradisional) dimana peran agen pembangunan adalah sebagai ‘guru’ dan sumber informasi diganti menjadi sebagai fasilitator yang saling belajar dan saling bertukar informasi dengan masyarakat. Agen pembangunan juga bertugas untuk memperkenalkan sumber-sumber informasi lainnya agar masyarakat bisa mengakses. Diharapkan, lambat laun masyarakat mampu memfasilitasi dirinya sendiri dan memilih serta mencari informasi yang dibutuhkannya. Selain itu, menghargai kemampuan dan pengetahuannya sendiri.
Komunikasi yang demikian, dimana ‘orang luar’ dan masyarakat menjadi mitra belajar dan mitra diskusi, seringkali disebut sebagai komunikasi partisipatif, atau bahkan disebut juga sebagai komunikasi pembebasan (membebaskan masyarakat dari perasaan malu untuk berbicara, takut salah, rendah diri, dan sebagainya).



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Teori Penggunaan dan Pemenuhan Kebutuhan ( Uses and Gratification Theory ) adalah salah satu teori komunikasi (massa) dimana titik berat penelitian dilakukan pada pemirsa atau khalayak sebagai penentu pemilihan pesan dan media. Selain itu dapat di pahami bahwa Uses and Gratifications Theory atau Teori kegunaan dan kepuasan memandang pengguna media mempunyai kesempatan untuk menentukan pilihan-pilihan media sumber beritanya. Dalam hal ini, pengguna media berperan aktif dalam kegiatan komunikasi untuk memenuhi kepuasannya.
Menurut Donohew dan Tipton (1973), Information Seeking menjelaskan tentang pencarian, penginderaan, dan pemrosesan informasi, disebut memiliki akar dari pemikiran psikologi sosial tentang sikap. Salah satu asumsi utamanya adalah bahwa orang cenderung untuk menghindari informasi yang tidak sesuai dengan image of reality-nya karena informasi itu bisa saja membahayakan.
Information seeking adalah proses atau kegiatan yang mencoba untuk mendapatkan informasi dan teknologi baik dalam konteks manusia. information seeking juga diartikan sebagai upaya menemukan informasi secara umum, dan information searching adalah aktivitas khusus mencari informasi tertentu yang sedikit-banyaknya sudah lebih terencana dan terarah.
B.     Saran
Kepada mahasiswa yang lain, dengan adanya makalah ini supaya bisa menambah wawasan dan pengetahuan tentang audience dan pengaruhnya terhadap komunikasi massa. Untuk dosen semoga bisa membantu dalam proses mengajar terhadap mahasiswa. Sedangkan untuk penyusun  sendiri, membantu untuk menambah ilmu dan pengetahuan, serta wawasan bisa tambah luas.
DAFTAR PUSTAKA

Mulyadi. Teori Uses and Gratification.
http://terinspirasikomunikasi.blogspot.com/2013/02/teori-uses-and-gratifications.html. 22 Febuari 2013. Diunduh Pada Tanggal 28 Oktober 2014.
Heriati. Teori Information Seeking dan Perannya dalam Komunikasi.

http://hariatidonggeapoteker.blogspot.com/2012/01/teori-information-seeking-dan.html. 02 Januari 2012. Diunduh Pada Tanggal 28 Oktober 2014.

TUGAS 2
A.    Pengertian Berita
Berita adalah informasi yang menginformasikan peristiwa atau kejadian yang penting diketahui oleh masyarakat, yang disampaikan baik secara lisan maupun tulisan (Heri Jauhari, 2013 : 193). Dengan demikian membaca berita berarti membaca bentuk laporan tentang suatu kejadian yang sedang terjadi baru-baru ini atau keterangan terbaru dari suatu peristiwa.
Walaupun berita diambil dari sebuah peristiwa, tidak semua peristiwa layak diberitakan. Dengan demikian, peristiwa yang layak diberitakan harus mempunyai unsur-unsur sebagai berikut : pertama, unsur kepentingan; kedua, unsur perhatian masyarakat; ketiga, unsur emosi; keempat, unsur jarak peristiwa dan pembaca; kelima, unsur keluarbiasaan; keenam, unsur kemanusiaan; dan ketujuh unsur kekhasan (Rosidi, 2007:85 dalam Heri Jauhari, 2013: 193).
Berdasarkan pengertian berita di atas, dapat disimpulkan syarat berita adalah sebagai berikut :
1.       Merupakan fakta, berita haruslah berdasarkan kejadian atau peristiwa yang benar-benar nyata
2.       Terkini, artinya jarak penyiaran berita dengan waktu kejadian tidak telalu jauh
3.       Seimbang, artinya berita harus ditulis dan disampaikan dengan seimbang, tidak memihak kepada salah satu pihak.
4.       Lengkap, berita haruslah memenuhi unsur-unsur beritasebagaimana akan kita bahas di bawah ini.
5.       Menarik, artinya berita harus mampu menarik minat pembaca atau pendengarnya. Berita dapat dikatakan menarik bila bermanfaat bagi pembaca atau pendengarnya, berkaitan dengan tokoh terkenal, berkaitan dengan kejadian penting, humor, aneh, luar biasa atau bersifat konflik.
6.       Sistematis, berita seharusnya disusun secara sistematis, urutannya jelas sehingga pembaca tidak kebingungan dalam menangkap isi berita.
Jenis informasi dalam jurnalistik salah satunya adalah
Trend News yaitu berita yang terus berkembang sesuai dengan kelanjutan peristiwanya.
Contoh :
Cemooh, Iseng Atau Candu?
Pontianak Post - Mulutmu harimaumu. Begitulah pepatah yang kian terdengar tak asing oleh telinga kita. Berkomentar sana-sini seolah jadi momok yang mendarah daging di kalangan masyarakat ‘kekinian'. Tanpa peduli siapa yang menjadi sasaran, kebanyakan orang sering mengumbar penilaiannya terhadap pihak lain dengan cara mencemooh.

      Cemooh. Pernah mendengar sepatah kata tersebut? Atau bahkan jangan-jangan anda sering melakukannya? Di zaman yang kian maju oleh berkembangnya wawasan dan teknologi ini, siapa yang dapat mengelak sederet perubahan mendasar dalam diri manusia? Ya, sebuah proses yang lumrah ini memang sulit dihindari. Mulai dari teknologi hingga perilaku manusia, kini semakin bertambah modern. Beberapa hal yang bersifat konvensional pun mau tak mau harus tersisihkan dengan yang baru. Tak terkecuali dengan perilaku manusia.
      Ya, anda pasti setuju, perilaku manusia yang kerap kali iseng menyindir atau mencemooh seseorang ini tidak jarang kita temui. Cemooh kini keberadaannya kian sulit dibedakan dengan kritik. Pada dasarnya, kritik  sering digunakan beberapa orang dengan tujuan membantu perbaikan, agar hal-hal yang dikritik atau disanggahnya menjadi lebih baik.  Sedangkan cemooh, bentuk penilaian tersebut jauh dari pesan yang baik, bahkan sama sekali tidak mengandung esensi. Mereka yang sering mencemooh kerap kali hanya bersikap menghina atau menyampaikan sudut pandang mereka secara sepihak,  tidak berkontribusi memberi sebuah solusi. Tentu berbeda dengan sebuah kritikan, bukan?
Meskipun pada dasarnya setiap orang memiliki kebebasan untuk menyampaikan pendapat mereka, tidak lantas membuat mereka terlepas dari aturan dalam berperilaku maupun bertutur. Kesopanan, rasanya sudah menjadi budaya yang turun temurun diwarisi oleh leluhur negara ini. Hanya saja beberapa manusia masih sulit dalam mengamalkannya. Tidak salah dalam menuangkan argumentasi, memang. Namun tentu dalam penyampaiannya terdapat kaidah yang perlu diperhatikan, agar kritik atau pendapat yang kita sampaikan dapat diterima dengan baik dan tidak menyinggung perasaan pihak yang bersangkutan.
      Cemooh, kini hadirnya kian menjamur di peradaban. Sederet bentuk penghinaan tidak tanggung-tanggung dilontarkan berbagai kalangan terhadap seseorang yang tidak disukainya, baik secara langsung maupun dengan perantara, seperti social media. Akhir-akhir ini bukan menjadi hal baru rasanya melihat perperangan pendapat yang terjadi di sejumlah account social media. Memang, dilihat dari sisi positifnya, mereka menunjukan antusias yang berarti mengenai isu-isu yang hangat diperbincangkan. 
     Namun sayang, antusias itu kadang berujung pada penghinaan atau dalam bentuk caci maki. Bahkan kadang tanpa memahami biduk persoalan yang dialami, mereka kerap menilai seenaknya. Lantas bagaimana perasaan pihak-pihak yang bersangkutan? Hal tersebut tidak jarang mengancam reputasi korban, image baik yang dimiliki dapat sekejap luntur jika dihadapkan dengan tindak pencemoohan. Tindakan yang tak ayal dapat membunuh karakter seseorang ini seringkali tidak disadari pelaku. Hal tersebut terjadi karena mereka sudah menanamkan perilaku cemooh ini sebagai bagian dari kebiasaan. Sehingga tidak jarang mereka enggan merasa bersalah ketika bertindak demikian.
      Bahkan siapa sangka bercemooh dapat membawa seseorang pada ‘petaka'?  Tindakan yang kerap dilakukan dengan alasan iseng ini tak jarang membawa si pelaku pada ranah serius, pengadilan misalnya. Beberapa kasus yang telah terjadi dapat kita jadikan contoh, seseorang yang menghina orang lain dapat saja dijatuhkan hukuman apabila dilaporkan oleh korban pencemoohan. Terdengar sepele memang, namun tidak salah apabila si pihak yang menjadi korban cemooh tersebut merasa dirugikan.  Rakyat Indonesia seolah latah dengan segenap trend yang sedang booming diperbincangkan di lingkungannya. Kemampuan mereka menyerap dan menyampaikan informasi pun kian sulit dibatasi. Mengomentari sesuatu secara pedas  dengan serangan-serangan kata yang tak jarang menyakiti hati sudah menjadi hal yang biasa. Justru hal inilah yang akan mematikan pribadi setiap individu, baik generasi tua maupun muda. Memalukan bukan bila sepintar, sekaya dan sehebat apapun kita namun cacat dalam berperilaku?
Sebagai mahluk sosial yang kehadirannya tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan berinteraksi, kini kita harus mampu memilah setiap perbuatan dan sikap  yang kita lakukan maupun sampaikan. Bagaimanapun tindak mencemooh bukan sesuatu yang patut dibudayakan. Justru sebaliknya, perilaku ini sudah sepantasnya diminimalisir, agar tidak merusak pribadi dan menyakiti perasaan seseorang. Bagaimana? Masih ingin bercemooh?




Tidak ada komentar:

Posting Komentar