TUGAS 1
Audience dan Pengaruhnya Terhadap Komunikasi Massa
Diajukan Sebagai Syarat untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah
Jurnalistik
Dosen Pengampu : Azizah , S. Kom.
Di Susun Oleh :
Putra
Setia Agung
Semester : V
Kelompok : 7
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
STKIP SINGKAWANG
2014
Audience dan Pengaruhnya Terhadap
Komunikasi Massa
Diajukan Sebagai Syarat untuk
Melengkapi Tugas Mata Kuliah
Jurnalistik
Dosen Pengampu : Azizah , S. Kom.
Di Susun Oleh :
Putra
Setia Agung
Semester : V
Kelompok : 7
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN
SASTRA INDONESIA
STKIP SINGKAWANG
2014
KATA PENGANTAR
Puji
syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
pertolonganNya penyusun dapat menyelesaiakan karya ilmiah yang berjudul
‘Audience dan Pengaruhnya Terhadap Komunikasi Massa’. Meskipun banyak rintangan
dan hambatan yang dialami dalam proses pengerjaannya, tapi penyusun berhasil
menyelesaikannya dengan baik.
Tidak
lupa mengucapkan terimakasih kepada dosen yaitu Ibu Azizah, S.I,Kom. pembimbing
yang telah membantu dalam mengerjakan proyek ilmiah ini. Penyusun juga
mengucapkan terimakasih kepada teman-teman mahasiswa yang juga sudah memberi
kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan karya ilmiah
ini. Tentunya ada hal-hal yang ingin diberikan kepada masyarakat atau mahasiswa
dari hasil karya ilmiah ini. Karena itu penyusun berharap semoga karya ilmiah
ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi kita bersama.
Pada
bagian akhir, penyusun akan mengulas tentang berbagai masukan dan pendapat dari
orang-orang yang ahli di bidangnya, karena itu penyusun harapkan hal ini juga
dapat berguna bagi kita bersama.
Semoga
karya ilmiah yang dibuat ini dapat membuat kita mencapai kehidupan yang lebih
baik lagi.
Singkawang, Oktober 2014
Penyusun,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... .... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................ 1
C. Tujuan........................................................................................................... 1
D.
Manfaat......................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 3
A. Uses and Gratification................................................................................. 3
B.
Information
Seeking..................................................................................... 6
BAB III PENUTUP............................................................................................ 12
A. Kesimpulan................................................................................................... 12
B.
Saran............................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kata
audiens menjadi mengemuka ketika diidentikan dengan “receivers” dalam model
proses komunikasi massa (source, channel, message, receiver, effect) yang
dikemukakan oleh Wilbur Schramm (1955). Audiens adalah sekumpulan orang yang
menjadi pembaca, pendengar, dan pemirsa berbagai media atau komponen beserta
isinya, seperti pendengar radio atau penonton televisi.
Dengan
demikian Audiens dapat didefinisikan dalam beberapa aspek: aspek lokasi
(seperti dalam kasus media lokal); aspek personal (seperti ketika media
dicirikan dengan mengacu pada kelompok usia tertentu, jenis kelamin, keyakinan
politik atau pendapatan); aspek jenis media yang dipakai (teknologi dan
organisasi gabungan); aspek isi pesan (genre, materi pelajaran, gaya); aspek
waktu ('primetime' dan ‘primetime’, penonton dan juga lama menonton).
Sebelum
media massa ada, audiens adalah sekumpulan penonton drama, permainan dan
tontonan. Setelah ada kegiatan komunikasi massa, audiens sering diartikan
sebagai penerima pesan-pesan media massa.
B.
Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas antaralain sebagai berikut.
1. Apa
yang dimaksud dengan Uses and Gratification?
2. Apa
yang dimaksud dengan Information Seeking?
C.
Tujuan
Tujuan
dari makalah ini adalah
1. Untuk
mengetahui uses and gratification.
2. Untuk
mengetahui information seeking.
D.
Manfaat
Manfaat
yang dapat ambil dari makahal ini adalah:
1.
Mahasiswa.
Agar
bisa menambah wawasan lebih luas tentang audience dan pengaruhnya terhadap
komunikasi massa, serta menambah pengetahuan yang dimiliki.
2.
Dosen.
Agar
bisa membantu dalam proses mengajar di dalam kelas tentang materi audience dan
pengaruhnya terjadap komunikasi massa.
3.
Penyusun.
Bagi
kami sendiri ini sangat membantu dalam
belajar, agar apa yang kami ketahui bisa menambah wawasan dan pengetahuan yang
kami miliki.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Uses
and Gratification
Teori
Penggunaan dan Pemenuhan Kebutuhan ( Uses and Gratification Theory ) adalah
salah satu teori komunikasi (massa) dimana titik berat penelitian dilakukan pada
pemirsa atau khalayak sebagai penentu pemilihan pesan dan media. Selain
itu dapat di pahami bahwa Uses and Gratifications Theory atau Teori kegunaan
dan kepuasan memandang pengguna media mempunyai kesempatan untuk menentukan
pilihan-pilihan media sumber beritanya. Dalam hal ini, pengguna media berperan
aktif dalam kegiatan komunikasi untuk memenuhi kepuasannya. (Nurudin, 2003).
Pendekatan
Uses and Gratifications untuk pertama kali dikenalkan oleh Alihu Katz (1959)
dalam artikel sebagai reaksinya terhadap pernyataan Bernard Berelson (1959)
bahwa penelitian komunikasi tampaknya akan mati. Katz
menegaskan bahwa bidang kajian yang sedang sekarat itu adalah studi komunikasi
massa sebagai persuasi. Dia menunjukkan bahwa kebanyakan penelitian komunikasi
sampai waktu itu diarahkan kepada penyidikan efek kampanye persuasi pada
khalayak. Katz mengatakan bahwa penelitiannya diarahkan kepada jawaban terhadap
pernyataan, apa yag dilakukan media utuk khalayak (What do the media do to
people?). Kebanyakan penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi massa
berpengaruh kecil terhadap khalayak yang dipersuasi Oleh karena itu para
peneliti berbelok ke variable-variabel yang menimbulkan lebih banyak efek,
misalnya efek kelompok (Effendy, 1993:289).
Menurut
Desi Dwi Hapsari (2001:23-24) dalam skripsinya mengatakan Uses and
Gratifications menunjukkan bahwa yang menjadi permasalahan utama bukanlah
bagaimana media mengubah sikap dan prilaku khalayak, tetapi bagaimana media
memenuhi kebutuhan pribadinya dan sosial khalayak. Jadi, bobotnya ialah pada
khalayak yang aktif, yang sengaja menggunakan media untuk mencapai tujuan
khusus.
Menurut
Katz, Gurevitch, dan Haas, seperti dikutip Onong Uchjana Effendy dalam bukunya
yang berjudul Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi (1993:294), model Uses and
Gratifications memulai dengan lingkungan sosial (social environment) yang
menentukan kebutuhan kita. Lingkungan sosial tersebut meliputi ciri-ciri
afiliasi kelompok dan ciri-ciri kepribadian. Kebutuhan individual (individual’s
needs) dikategorikan sebagai:
1. Cognitive
needs (kebutuhan kognitif)
Kebutuhan
yang berkaitan dengan peneguhan informasi, pengetahuan dan pemahaman mengenai
lingkungan. Kebutuhan ini didasarkan pada hasrat untuk memahami dan menguasai
lingkungan, juga memuaskan rasa penasaran kita dan dorongan untuk penyelidikan
kita.
2. Affective
needs (kebutuhan efektif)
Kebutuhan
yang berkaitan dengan peneguhan pengalaman-pengalaman yang estetis,
menyenangkan, dan emosional.
3.
Personal integrative needs (kebutuhan peribadi secara integratif)
Kebutuhan
yang berkaitan dengan peneguhan kredibilitas, kepercayaan, stabilitas, dan
status individual. Hal-hal tersebut diperoleh dari hasrat akan harga diri.
4. Social integrative needs (kebutuhan sosial secara integratif)
Kebutuhan
yang berkaitan dengan peneguhan kontak dengan keluarga, teman, dan dunia.
Hal-hal tersebut didasarkan pada hasrat untuk berfiliasi.
5.
Escapist needs (kebutuhan pelepasan)
Kebutuhan
yang berkaitan dengan upaya menghindarkan tekanan, ketegangan, dan hasrat akan
keanekaragaman.
Dalam
teori uses and gratifications diaplikasikan pada motif pengguna dalam
memanfaatkan media internet sebagai media komunikasi baru untuk memenuhi
kebutuhan informasi, hiburan dan identitas personal. Liliweri dalam skripsi
Dini Widiyanti (2004:32-33), Uses and gratification dilandasi pada
asumsi-asumsi antara lain:
Penggunaan
media pada akhirnya untuk mencapai suatu tujuan. Khalayak menggunakan media
massa untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dengan sifatnya yang spesifik.
Kebutuhan ini berkembang dengan lingkungan sosial.
Khalayak
memilih jenis dan isi media massa untuk memenuhi kebutuhannya. Jadi khalayak
terlibat dalam suatu proses komunikasi massa dan mereka dapat mempengaruhi
media untuk kebutuhan-kebutuhan mereka secara lebih cepat dibandingkan dengan
media yang dapat menguasai mereka.
Disamping
media massa sebagai sumber informasi, maka ada pula berbagai sumber-sumber lain
yang dapat memuaskan kebutuhan khalayak. Oleh karena itu media massa harus
lebih bersaing dengan sumber-sumber lainnya.
Khalayak
mengetahui kebutuhan tersebut dan dapat memenuhinya jika dikehendaki. Mereka
juga mengetahui alasan-alasan untuk menggunakan dan memilih media massa.
Teori
Uses and Gratifications pada awalnya muncul di tahun 1940 dan mengalami kemunculan
kembali dan penguatan ditahun 1970an dan 1980an. Para teoritis pendukung Teori
Uses and Gratifications berargumentasi bahwa kebutuhan manusialah yang
mempengaruhi bagaimana mereka menggunakan dan merespon saluran media. Zillman
sebagaimana dikutip McQuail telah menunjukkan pengaruh mood seseorang saat
memilih media yang akan ia gunakan, pada saat seseorang merasa bosan,
maka ia akan memilih isi yang lebih menarik dan menegangkan dan pada saat
seseorang merasa tertekan ia akan memilih isi yang lebih menenangkan dan ringan.
B.
Information
Seeking
Menurut
Donohew dan Tipton (1973), Information Seeking menjelaskan tentang pencarian,
penginderaan, dan pemrosesan informasi, disebut memiliki akar dari pemikiran
psikologi sosial tentang sikap. Salah satu asumsi utamanya adalah bahwa orang
cenderung untuk menghindari informasi yang tidak sesuai dengan image of
reality-nya karena informasi itu bisa saja membahayakan.
Information seeking adalah proses atau kegiatan yang mencoba untuk mendapatkan informasi dan teknologi baik dalam konteks manusia. Mencari informasi berkaitan dengan, tetapi belum berbeda, pengambilan informasi (IR). information seeking juga diartikan sebagai upaya menemukan informasi secara umum, dan information searching adalah aktivitas khusus mencari informasi tertentu yang sedikit-banyaknya sudah lebih terencana dan terarah.
Information seeking adalah proses atau kegiatan yang mencoba untuk mendapatkan informasi dan teknologi baik dalam konteks manusia. Mencari informasi berkaitan dengan, tetapi belum berbeda, pengambilan informasi (IR). information seeking juga diartikan sebagai upaya menemukan informasi secara umum, dan information searching adalah aktivitas khusus mencari informasi tertentu yang sedikit-banyaknya sudah lebih terencana dan terarah.
Dalam
istilah sederhana, information seeking melibatkan pencarian, pengambilan,
pengakuan, dan penerapan isi yang maknawi. Pencarian ini bisa eksplisit atau
implisit, pencarian mungkin hasil dari strategi khusus atau kebetulan,
informasi yang dihasilkan mungkin akan dipeluk atau ditolak, seluruh pengalaman
dapat dilakukan melalui suatu kesimpulan logis atau dihentikan di tengah jalan,
dan mungkin ada juta potensi hasil lainnya.
Information
seeking telah dilihat sebagai latihan kognitif, sebagai pertukaran sosial dan
budaya, sebagai strategi diskrit diterapkan ketika menghadapi ketidakpastian,
dan sebagai syarat dasar kemanusiaan di mana semua individu ada. Bahkan,
perilaku informasi mungkin istilah yang lebih tepat, bukan mencari informasi,
untuk terbaik menggambarkan hubungan multi-faceted informasi dalam kehidupan
manusia, sebuah hubungan yang dapat mencakup baik aktif mencari melalui saluran
informasi formal dan berbagai lain sikap dan tindakan, termasuk skeptisisme dan
ambivalensi ( Pendleton & Chatman 1998 ).
Kuhlthau
menjelaskan proses information seeking sebagai inisiasi, pemilihan, eksplorasi,
perumusan, pengumpulan, dan presentasi.
1. Inisiasi
Inisiasi
dimulai dengan pengakuan kebutuhan informasi dan melibatkan upaya pertama untuk
menyelesaikan ketidakpastian. Dalam teori psikologi perilaku, ketidakpastian,
kebaruan, dan varietas memberikan motivasi awal untuk mencari informasi (
Wentworth & Witryol 1990 ). Keinginan psikologis untuk memprediksi hasil,
untuk mengetahui yang tidak diketahui, atau untuk memperluas jangkauan
pengalaman berfungsi sebagai daya dorong utama untuk mencari informasi dari
perspektif behavioris. George Kelly berangkat dari kedua behaviorisme dan psikologi
kognitif tradisional untuk menyarankan pengetahuan itu, dan informasi mencari
yang membangun pengetahuan, muncul dari konstruksi pribadi ketimbang
pengambilan murni objektif dan aplikasi (1955). Proses dan produk dari
konstruksi ini adalah pengalaman unik dipengaruhi oleh keadaan kognitif,
afektif, dan material individu. Kebutuhan untuk memodifikasi pribadi konstruksi
sebagai situasi yang baru dan pengalaman muncul kebakaran mencari informasi.
2. Seleksi
Setelah
satu mengakui perlu tahu, pertanyaan tentang apa yang perlu mengetahui harus
dijawab. Dalam seleksi, mengetengahkan individu informasinya perlu sehubungan
dengan topik umum atau bidang pengetahuan. mencari informasi situasi formal
mungkin memerlukan seorang individu untuk berhubungan dengan taksonomi yang
sangat terorganisir area yang tunduk pada pertanyaan tertentu atau masalah.
Sebagai contoh, sekolah istilah kertas tugas sering meminta siswa untuk
menyelidiki pertanyaan penelitian dengan menggunakan metode yang ditentukan,
untuk memanfaatkan sumber-sumber informasi tertentu, dan untuk menyajikan
temuan mereka dalam format yang seragam. Untuk menyelesaikan tugas, mahasiswa
harus menerjemahkan kebutuhan informasi mereka ke dalam sistem organisasi yang
perpustakaan dan agen-agen informasi lainnya telah dikembangkan. Namun, semua
ini ketertiban dan peraturan memungkiri kekacauan yang melekat untuk
benar-benar menempatkan sebuah pertanyaan tak terjawab dalam skema luas
pengetahuan manusia.
Menjawab
pertanyaan berorientasi fakta sederhana menyajikan sedikit kesulitan menemukan
di luar disiplin yang sesuai, bidang topik, atau deskriptor subjek. Namun,
masalah yang kompleks sering membutuhkan banyak pemikiran dan usaha. Individu
harus menggambar apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui, ikuti web besar
tangen dan isu-isu sisi ke sisi jantung dilema, mengidentifikasi berbagai
disiplin ilmu dengan perspektif terhadap masalah ini, dan berhubungan hierarki
eksternal dan sistem data untuk tayangan internal unik dan berbeda kebutuhan
pribadi. Tentu saja, isu yang paling relevan dan penting dalam hidup cenderung
menjadi yang paling rumit. Filsafat fenomenologi, dengan penolakannya terhadap
obyek / dikotomi subjek, menunjukkan bahwa setiap pencarian informasi situasi
adalah pengalaman unik, dibuat berbeda dengan segala sesuatu pencari membawa
untuk mencari ( Budd 2001 ). Dengan demikian, sedangkan taksonomi diperlukan
dan bermanfaat bagi organisasi informasi, tindakan pemilihan tempat permintaan
tangguh pada individu untuk menghubungkan pribadi dan khas dengan tujuan dan
umum. Dalam proses pencarian informasi model-nya, Kuhlthau tampaknya mengenali
tantangan dan menekankan bahwa individu harus didorong untuk melanjutkan dengan
langkah mereka sendiri dalam proses seleksi dan bahwa perasaan kecemasan umum
dalam proses ini harus diakui dan ditegaskan (1993).
Tahap
eksplorasi menemukan pencari mencari informasi tentang topik atau topik yang
menarik, bergulat dengan konsep dasar, dan mengidentifikasi isu-isu terkait.
Eksplorasi berfungsi sebagai metode yang dasar-dasar konstruksi baru
diletakkan, "membuka dimensi-dimensi pribadi dari makna dalam alam semesta
dipahami dalam hal proses ( Warren 1991 , 529). " Eksplorasi menyediakan
topografi yang satu melintasi untuk mengukir jalan yang individu pemahaman. Baik
dan sosial faktor pribadi mempengaruhi baik proses dan produk dari eksplorasi (
Gandy 1998 , Pendleton & Chatman 1998 , Dervin 1999 , Kuhlthau 1993 , Budd
2001 ). Selanjutnya, individu cenderung untuk informasi nilai yang diperoleh
dari-tangan investigasi pertama dalam lingkup kehidupan sehari-hari, seperti
belajar dari pengalaman mereka sendiri dan mencari saran dari orang lain dalam
kelompok sosial mereka ( Pendleton & Chatman 1998 , Myers 1998 ). Hal ini
tidak berarti informasi yang dari luar ranah pribadi dan sosial secara langsung
tidak relevan atau membantu dalam mencari informasi, tetapi kolaborasi dan
komunikasi membayar individu kesempatan untuk menggunakan informasi tersebut
dalam cara-cara yang bermakna.
3. Koleksi
Dalam
pengumpulan, mengumpulkan pencari dan sumber daya review yang membahas fokus
khusus ia telah dirumuskan. Pada titik ini, individu harus memiliki cukup
berkembang suatu pemahaman umum tentang prinsip-prinsip dan konsep yang
mendasari masalah nya untuk membuat keputusan mengenai relevansi dari kedua isi
dan bentuk. Jika tujuan mencari informasi adalah untuk mengembangkan pemahaman
pribadi, maka koleksi melibatkan lebih dari menerima atau menolak bit data.
Koleksi memerlukan individu untuk memilih tidak hanya apa yang erat dengan
perhatian khusus tetapi juga untuk menentukan bagaimana setiap ide baru cocok
menjadi solusi berkembang, untuk mengatur dan dapat terhubung informasi dengan
cara yang berlaku dari kedua tujuan dan perspektif subyektif.
4. Presentasi
Kuhlthau
menggambarkan tahap presentasi dalam proses pencarian informasi model-nya dalam
hal pidato, laporan, atau produk lain untuk latihan sekolah atau tugas (1993).
Namun, semua orang menyajikan buah dari informasi mereka mencari ketika mereka
menerapkan pengetahuan baru. Sebagai informasi yang dimasukkan untuk digunakan,
isu-isu kekuasaan dan kewajiban timbul. pengetahuan baru dapat menjadi alat
untuk perlawanan atau asimilasi. Ini mungkin membantu untuk memecahkan masalah
atau mengungkapkan kedalaman lebih besar dari disonansi dan kontroversi. Ini
dapat memberikan wawasan tentang masalah, tetapi tidak dapat menjamin bahwa
keadaan luar akan memungkinkan untuk solusi. Terlepas dari hasil nya, aplikasi
dan transformasi data ke dalam pemahaman pribadi baru berfungsi sebagai hasil
penting yang membedakan mencari informasi dari pencarian informasi.
Dengan
pemikiran demikian, komunikasi pembangunan ‘cara lama’ (tradisional) dimana
peran agen pembangunan adalah sebagai ‘guru’ dan sumber informasi diganti
menjadi sebagai fasilitator yang saling belajar dan saling bertukar informasi
dengan masyarakat. Agen pembangunan juga bertugas untuk memperkenalkan
sumber-sumber informasi lainnya agar masyarakat bisa mengakses. Diharapkan,
lambat laun masyarakat mampu memfasilitasi dirinya sendiri dan memilih serta
mencari informasi yang dibutuhkannya. Selain itu, menghargai kemampuan dan
pengetahuannya sendiri.
Komunikasi
yang demikian, dimana ‘orang luar’ dan masyarakat menjadi mitra belajar dan
mitra diskusi, seringkali disebut sebagai komunikasi partisipatif, atau bahkan
disebut juga sebagai komunikasi pembebasan (membebaskan masyarakat dari
perasaan malu untuk berbicara, takut salah, rendah diri, dan sebagainya).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Teori
Penggunaan dan Pemenuhan Kebutuhan ( Uses and Gratification Theory ) adalah
salah satu teori komunikasi (massa) dimana titik berat penelitian dilakukan
pada pemirsa atau khalayak sebagai penentu pemilihan pesan dan
media. Selain itu dapat di pahami bahwa Uses and Gratifications Theory
atau Teori kegunaan dan kepuasan memandang pengguna media mempunyai kesempatan
untuk menentukan pilihan-pilihan media sumber beritanya. Dalam hal ini,
pengguna media berperan aktif dalam kegiatan komunikasi untuk memenuhi
kepuasannya.
Menurut
Donohew dan Tipton (1973), Information Seeking menjelaskan tentang pencarian,
penginderaan, dan pemrosesan informasi, disebut memiliki akar dari pemikiran
psikologi sosial tentang sikap. Salah satu asumsi utamanya adalah bahwa orang
cenderung untuk menghindari informasi yang tidak sesuai dengan image of
reality-nya karena informasi itu bisa saja membahayakan.
Information seeking adalah proses atau kegiatan yang mencoba untuk mendapatkan informasi dan teknologi baik dalam konteks manusia. information seeking juga diartikan sebagai upaya menemukan informasi secara umum, dan information searching adalah aktivitas khusus mencari informasi tertentu yang sedikit-banyaknya sudah lebih terencana dan terarah.
Information seeking adalah proses atau kegiatan yang mencoba untuk mendapatkan informasi dan teknologi baik dalam konteks manusia. information seeking juga diartikan sebagai upaya menemukan informasi secara umum, dan information searching adalah aktivitas khusus mencari informasi tertentu yang sedikit-banyaknya sudah lebih terencana dan terarah.
B.
Saran
Kepada
mahasiswa yang lain, dengan adanya makalah ini supaya bisa menambah wawasan dan
pengetahuan tentang audience dan pengaruhnya terhadap komunikasi massa. Untuk
dosen semoga bisa membantu dalam proses mengajar terhadap mahasiswa. Sedangkan
untuk penyusun sendiri, membantu untuk
menambah ilmu dan pengetahuan, serta wawasan bisa tambah luas.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyadi. Teori Uses and Gratification.
http://terinspirasikomunikasi.blogspot.com/2013/02/teori-uses-and-gratifications.html.
22 Febuari 2013. Diunduh Pada Tanggal 28 Oktober 2014.
Heriati. Teori Information Seeking dan
Perannya dalam Komunikasi.
http://hariatidonggeapoteker.blogspot.com/2012/01/teori-information-seeking-dan.html.
02 Januari 2012. Diunduh Pada Tanggal 28 Oktober 2014.
TUGAS 2
A. Pengertian Berita
Berita adalah informasi yang menginformasikan peristiwa atau kejadian yang penting diketahui oleh masyarakat, yang disampaikan baik secara lisan maupun tulisan (Heri Jauhari, 2013 : 193). Dengan demikian membaca berita berarti membaca bentuk laporan tentang suatu kejadian yang sedang terjadi baru-baru ini atau keterangan terbaru dari suatu peristiwa.
Walaupun berita diambil dari sebuah peristiwa, tidak semua peristiwa layak diberitakan. Dengan demikian, peristiwa yang layak diberitakan harus mempunyai unsur-unsur sebagai berikut : pertama, unsur kepentingan; kedua, unsur perhatian masyarakat; ketiga, unsur emosi; keempat, unsur jarak peristiwa dan pembaca; kelima, unsur keluarbiasaan; keenam, unsur kemanusiaan; dan ketujuh unsur kekhasan (Rosidi, 2007:85 dalam Heri Jauhari, 2013: 193).
Berdasarkan pengertian berita di atas, dapat disimpulkan syarat berita adalah sebagai berikut :
1. Merupakan fakta, berita haruslah berdasarkan kejadian atau peristiwa yang benar-benar nyata
2. Terkini, artinya jarak penyiaran berita dengan waktu kejadian tidak telalu jauh
3. Seimbang, artinya berita harus ditulis dan disampaikan dengan seimbang, tidak memihak kepada salah satu pihak.
4. Lengkap, berita haruslah memenuhi unsur-unsur beritasebagaimana akan kita bahas di bawah ini.
5. Menarik, artinya berita harus mampu menarik minat pembaca atau pendengarnya. Berita dapat dikatakan menarik bila bermanfaat bagi pembaca atau pendengarnya, berkaitan dengan tokoh terkenal, berkaitan dengan kejadian penting, humor, aneh, luar biasa atau bersifat konflik.
6. Sistematis, berita seharusnya disusun secara sistematis, urutannya jelas sehingga pembaca tidak kebingungan dalam menangkap isi berita.
Jenis informasi dalam jurnalistik salah satunya adalah
Trend News yaitu berita yang terus berkembang sesuai dengan kelanjutan peristiwanya.
Contoh :
Cemooh, Iseng Atau Candu?
Pontianak Post - Mulutmu harimaumu. Begitulah pepatah yang kian terdengar tak asing oleh telinga kita. Berkomentar sana-sini seolah jadi momok yang mendarah daging di kalangan masyarakat ‘kekinian'. Tanpa peduli siapa yang menjadi sasaran, kebanyakan orang sering mengumbar penilaiannya terhadap pihak lain dengan cara mencemooh.
Cemooh. Pernah mendengar sepatah kata tersebut? Atau bahkan jangan-jangan anda sering melakukannya? Di zaman yang kian maju oleh berkembangnya wawasan dan teknologi ini, siapa yang dapat mengelak sederet perubahan mendasar dalam diri manusia? Ya, sebuah proses yang lumrah ini memang sulit dihindari. Mulai dari teknologi hingga perilaku manusia, kini semakin bertambah modern. Beberapa hal yang bersifat konvensional pun mau tak mau harus tersisihkan dengan yang baru. Tak terkecuali dengan perilaku manusia.
Ya, anda pasti setuju, perilaku manusia yang kerap kali iseng menyindir atau mencemooh seseorang ini tidak jarang kita temui. Cemooh kini keberadaannya kian sulit dibedakan dengan kritik. Pada dasarnya, kritik sering digunakan beberapa orang dengan tujuan membantu perbaikan, agar hal-hal yang dikritik atau disanggahnya menjadi lebih baik. Sedangkan cemooh, bentuk penilaian tersebut jauh dari pesan yang baik, bahkan sama sekali tidak mengandung esensi. Mereka yang sering mencemooh kerap kali hanya bersikap menghina atau menyampaikan sudut pandang mereka secara sepihak, tidak berkontribusi memberi sebuah solusi. Tentu berbeda dengan sebuah kritikan, bukan?
Meskipun pada dasarnya setiap orang memiliki kebebasan untuk menyampaikan pendapat mereka, tidak lantas membuat mereka terlepas dari aturan dalam berperilaku maupun bertutur. Kesopanan, rasanya sudah menjadi budaya yang turun temurun diwarisi oleh leluhur negara ini. Hanya saja beberapa manusia masih sulit dalam mengamalkannya. Tidak salah dalam menuangkan argumentasi, memang. Namun tentu dalam penyampaiannya terdapat kaidah yang perlu diperhatikan, agar kritik atau pendapat yang kita sampaikan dapat diterima dengan baik dan tidak menyinggung perasaan pihak yang bersangkutan.
Cemooh, kini hadirnya kian menjamur di peradaban. Sederet bentuk penghinaan tidak tanggung-tanggung dilontarkan berbagai kalangan terhadap seseorang yang tidak disukainya, baik secara langsung maupun dengan perantara, seperti social media. Akhir-akhir ini bukan menjadi hal baru rasanya melihat perperangan pendapat yang terjadi di sejumlah account social media. Memang, dilihat dari sisi positifnya, mereka menunjukan antusias yang berarti mengenai isu-isu yang hangat diperbincangkan.
Cemooh, kini hadirnya kian menjamur di peradaban. Sederet bentuk penghinaan tidak tanggung-tanggung dilontarkan berbagai kalangan terhadap seseorang yang tidak disukainya, baik secara langsung maupun dengan perantara, seperti social media. Akhir-akhir ini bukan menjadi hal baru rasanya melihat perperangan pendapat yang terjadi di sejumlah account social media. Memang, dilihat dari sisi positifnya, mereka menunjukan antusias yang berarti mengenai isu-isu yang hangat diperbincangkan.
Namun sayang, antusias itu kadang berujung pada penghinaan atau dalam bentuk caci maki. Bahkan kadang tanpa memahami biduk persoalan yang dialami, mereka kerap menilai seenaknya. Lantas bagaimana perasaan pihak-pihak yang bersangkutan? Hal tersebut tidak jarang mengancam reputasi korban, image baik yang dimiliki dapat sekejap luntur jika dihadapkan dengan tindak pencemoohan. Tindakan yang tak ayal dapat membunuh karakter seseorang ini seringkali tidak disadari pelaku. Hal tersebut terjadi karena mereka sudah menanamkan perilaku cemooh ini sebagai bagian dari kebiasaan. Sehingga tidak jarang mereka enggan merasa bersalah ketika bertindak demikian.
Bahkan siapa sangka bercemooh dapat membawa seseorang pada ‘petaka'? Tindakan yang kerap dilakukan dengan alasan iseng ini tak jarang membawa si pelaku pada ranah serius, pengadilan misalnya. Beberapa kasus yang telah terjadi dapat kita jadikan contoh, seseorang yang menghina orang lain dapat saja dijatuhkan hukuman apabila dilaporkan oleh korban pencemoohan. Terdengar sepele memang, namun tidak salah apabila si pihak yang menjadi korban cemooh tersebut merasa dirugikan. Rakyat Indonesia seolah latah dengan segenap trend yang sedang booming diperbincangkan di lingkungannya. Kemampuan mereka menyerap dan menyampaikan informasi pun kian sulit dibatasi. Mengomentari sesuatu secara pedas dengan serangan-serangan kata yang tak jarang menyakiti hati sudah menjadi hal yang biasa. Justru hal inilah yang akan mematikan pribadi setiap individu, baik generasi tua maupun muda. Memalukan bukan bila sepintar, sekaya dan sehebat apapun kita namun cacat dalam berperilaku?
Sebagai mahluk sosial yang kehadirannya tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan berinteraksi, kini kita harus mampu memilah setiap perbuatan dan sikap yang kita lakukan maupun sampaikan. Bagaimanapun tindak mencemooh bukan sesuatu yang patut dibudayakan. Justru sebaliknya, perilaku ini sudah sepantasnya diminimalisir, agar tidak merusak pribadi dan menyakiti perasaan seseorang. Bagaimana? Masih ingin bercemooh?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar