TUGAS 1
Diajukan
Sebagai Syarat untuk Melengkapi Tugas
Jurnalistik
Dosen Pengampu
Azizah, S.I.Kom
Disusun oleh
kelompok 3 :
1.
Minarsih
2. Sri Purwanti
PENDIDIKAN
BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
SINGKAWANG
2014
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah dan Definisi Jurnalistik
Pada zaman Romawi Kuno, dikenal Actadiurna
yang merupakan sebutan untuk pengumuman yang disampaikan oleh utusan
kerajaan untuk rakyat. Sampai saat ini dipercaya sebagai produk jurnalistik pertama.
Journal berasal dari bahasa Prancis yang
berarti catatan harian, dengan begitu kegiatan jurnalistik dapat diartikan
sebagai kegiatan mencari berita yang pada prosesnya melibatkan media massa.
Kegiatan jurnalistik dapat pula diartikan sebagai kegiatan mencari, mengolah,
menyimpan, dan menyebarluaskan berita apapun dengan menggunakan media massa.
B. 10 Element Jurnalistik
1. Kewajiban
Pertaman Jurnalisme Adalah Pada Kebenaran
Keinginan
agar informasi merupakan kebenaran adalah elementer. Berita adalah materi yang
digunakan orang untuk mempelajari dan berpikir tentang dunia di luar diri
mereka, maka kualitas terpenting berita adalah bisa digunakan dan diandalkan.
Singkat kata kebenaran menciptakan rasa aman yang tumbuh dari kesadaran
seseorang, dan kebenaran inilah yang jadi intisari sebuah berita.
Hasrat mendasar terhadap kejujuran ini begitu kuatnya
dan ada sejak manusia ada. Para wartawan zaman dahulu para pembawa
pesan di masyarakat yang belum mengenal tulisan juga diharapkan bisa bercerita ulang
tentang suatu perkara secara akurat dan dapat diandalkan. Acapkali berita yang
dibawa pembawa peasan ini menyangkut perkara kelangsungan hidup. Para kepala
suku memerlukan kabar yang akurat apakah suku di seberang bukit akan menyerang atau
tidak.
Jadi apa arti kewajiban wartawan terhadap kebenaran?
Biasanya upaya untuk menjawab pertanyaan ini, baik dalam seminar maupun dalam
tafsir filsafat, berakhir dengan kebingungan. Salah satu alasannya, percakapan
ini biasanya tak berpijak pada dunia nyata. Diskusi filosofis tentang
“kebenaran” itu berputar-putar dalam wilayah semantik.
Memahami
kebenaran jurnalistik sebagai sebuah proses atau perjalanan berkelanjutan menuju
pemahaman sebenarnya
lebih membantu dan lebih realistis, dan hal ini dimulai dengan berita yang
timbul pada hari pertama dan perkembangan selanjutnya. Kebenaran yang bisa
dipraktikkan ini adalah sebuah ihwal yang bisa berubah menjadi bentuk yang
berbeda, seperti halnya proses belajar, tumbuh seperti stalagmite dalam sebuah gua,
setetes demi setetes seiring perjalanan waktu.
Kebenaran
di sini, dengan kata lain, fenomena yang rumit dan terkadang kontradiktif, tapi
seperti yang terlihat melalui proses yang berjalan, jurnalisme bisa sampai pada
kebenaran. Upaya jurnalisme untuk sampai pada kebenaran dalam dunia yang kabur
adalah dengan memilah sedari awal fakta dari informasi keliru yang ikut
bersamanya, ketiadaan informasi, atau promosi. Setelah itu, ia membiarkan
komunitas bereaksi, dan penyelesaian pun terjadi. Pencarian kebenaran akhirnya
jadi komunikasi dua arah.
Daripada bergegas menambahkan konteks dan
interpretasi, pers perlu berkonsentrasi pada sintesi dan
verifikasi. Singkirkan desas-desus, olok-olok, hal yang tak penting,
dan pelintiran, dan berkonsentrasilah pada apa yang yang benar dan penting.
2. Loyalitas
Pertama Jurnalisme Kepada Warga
Komitmen
kepada warga (citizen) lebih besar ketimbang egoisme profesional.
Tersirat di dalamnya perjanjian dengan publik, yang menyatakan kepada audiens
bahwa ulasan filmnya jujur, bahwa ulasan restorannya tak terpengaruhi oleh
pemasang iklan, dan liputannya tidak untuk kepentingan pribadi atau condong
untuk kepentingan teman-teman. Alhasil, pengumpul berita tidaklah seperti
pegawai perusahaan lain. Mereka punya kewajiban sosial yang sesekali bisa
benar-benar berseberangan dengan kepentingan utama majikan mereka, sekalipun
disisi lain, kewajiban ini justru merupakan tambang emas si majikan.
Kesetiaan
kepada warga ini adalah makna dari yang kita sebut independensi jurnalistik.
Seperti yang akan kita lihat, istilah tersebut sering dipakai sebagai sinonim
untuk gagasan-gagasan lain, termsuk ketidakterikatan, tidak berat sebelah, dan
ketidakberpihakkan. Istilah-istilah ini membingungkan dan mencerminkan
pemahaman kabur orang terhadap media. Wartawan punya andil terhadap timbulnya
kesulitan yang mereka hadapi sendiri dengan meneruskan kebingungan ini kepada
publik, dan bisa dimengerti bila hasilnya membuat warga menjadi skeptic, bahkan
marah.
Wartawan
suka menganggap diri mereka sebagai pengganti warga, meliput apa yang terjadi
delam kehidupan warga untuk kepentingan publik. Namun publik semakin tak
mempercayai mereka. Orang melihat sensasionalisme, ekploitasi, dan mereka
merasa wartawan melakukan ini demi uang, atau ketenaran pribadi, atau mungkin
lebih parah lagi sejenis kebahagiaan di atas penderitaan orang lain. Untuk
menghubungkan kembali orang-orang dengan berita, dan meneruskan berita pada
dunia yang lebis luas, jurnalisme harus mengukuhkan kembali kesetiaannya kepada
warga, kesetiaan yang telah dirusakkan industri berita karena kekeliruannya.
3. Intisari
Jurnalisme Adalah Dispilin Dalam Verivikasi
Pada
akhirnya, dispilin verifikasi adalah ihwal yang memisahkan jurnalisme dari
hiburan, propaganda, fiksi, atau seni. Hiburan (entertainment)─dan
sepupunya “infotainment” berfokus pada hal-hal yang paling
menggembirakan hati. Propaganda menyeleksi fakta atau mengarang fakta demi
kepentingan yang lain persuasi dan manipulasi. Fiksi mengarang skenario untuk
sampai pada kesan yang lebih personal dari apa yang disebut kebenaran. Hanya
jurnalisme yang sejak awal berfokus untuk menceritakan apa yang terjadi
setepat-tepatnya.
Wartawan
sering gagal menghubungkan perasaan terdalam yang mereka hayati tentang keahlian
ini dengan pertanyaan filosofis mengenai peran jurnalisme. Mereka tahu
bagaimana mengecek suatu berita. Tapi mereka tak selalu bisa mengungkapkan
dengan fasih peran yang dimainkan pengecekan suatu berita di masyarakat. namun,
verifikasi selalu berada di dalam fungsi pokok jurnalisme. Seperti yang
dikatakan Walter Lippmann pada 1920, “Sebuah komunitas tak bisa merdeka bila
kekurangan informasi, karena dengan informasi yang cukup kebohongan bisa
didekati”.
Lima hal
ini juga prisnsip intelektual dari sebuah laporan ilmiah:
1.
Jangan pernah menambahi sesuatu yang tidak ada.
2.
Jangan pernah menipu audiens.
3.
Berlakulah setransparan mungkin tentang metode dan
motivasi anda.
4.
Andalkan reportase sendiri.
5.
Bersikaplah rendah hati.
Jangan
menambah benar-benar berarti jangan menambahkan hal-hal yang tidak terjadi.
Hal ini lebih dalam artinya ketimbang “jangan mengarang” atau mengada-ada,
karena hal ini juga meliputi mangatur ulang kejadian dalam satu waktu, satu
tempat, karakter gabungan, atau gabungan peristiwa.
Jangan
menipu berarti jangan pernah menyesatkan audiens. Membodohi
orang adalah sebentuk kebohongan dan menghina ide bahwa jurnalisme harus
berpegang teguh pada kejujuran. Prinsip ini terkait erat dengan jangan menambah. Jangan menipu
juga berarti, jika seseorang hendak memakai teknik jurnalisme sastrawi yang
sedikit berbeda dari bentuk biasa laporan standar yang didasarkan pada
kesaksian para sakti mata, yang paling sesuai aslinya, pembaca juga harus tahu.
Transparansi. Jika
wartawan adalah pencari kebenaran, hal ini harus diikuti dengan mereka berlaku
jujur dan saksama kepada audiens mereka juga─bahwa mereka menjadi penyaji
kebenaran. Tak bisa tidak, tanggungjawab ini mensyaratkan wartawan sebisa
mungkin bersikap terbuka dan jujur kepada audiens mereka tentang apa yang
mereka tahu dan apa yang mereka tidak tahu. Bagaimana Anda bisa menyatakan diri
mencari dan menyampaikan kebenaran jika Anda tidak jujur dengan audiens sejak
awal?
Orisinalitas. Lebih luas
ketimbang menuntut transparansi dari jurnalisme, warga dan wartawan juga bisa
mencari sesuatu yang lain dalam menghargai nilai laporan berita. Orisinalitas
adalah nilai yang tertanam kuat dalam jurnalisme. Sejumlah aksioma lama tentang
pers mengatakan hal yang kurang lebih sama: “ketika ragu, ditinggalkan”.
Tradisi “mencocokan” cerita berakar pada pemikiran yang sama. Daripada
mempublikasikan laporan dari media lain, para wartawan condong untuk
mengharuskan salah satu reporter mereka untuk menelepon sumber untuk
mengkonfirmasikannya lebih dulu. Ini adalah cara untuk menghindari keharusan
mencantumkan referensi pada organisasi berita yang lain. Dan hal ini punya
akibat penting lain. Kisaah yang tak bisa dikonfirmasikan secara independen tak
akan diulang.
Kerendahhatian. Konsep
kelima dan yang terakhir adalah wartawan harus rendah hati dengan keterampilan
mereka. Dengan kata lain, mereka tak hanya harus skeptis terhadap apa yang
mereka lihat dan mereka dengar dari orang lain, yang tak kalah penting mereka
juga harus skeptis mengenai kemampuan mereka untuk mengetahui apa arti
sesungguhya dari sebuah peristiwa.
4. Para
Praktisinya Harus Menjaga Independensi Terhadap Sumber Berita
Dalam
beberapa hal, elemen keempat ini lebih berakar dalam pragmatisme ketimbang
teori. Seseorang mungkin membayangkan bahwa wartawan bisa melapor sekaligus
menjadi peserta dalam peristiwa tersebut, tapi realitasnya menjadi peserta
mengaburkan semua tugas lain yang harus dilakukannya. Melihat yang terjadi dari
perspektif lain akan kian sulit. Memperolah kepercayaan dari sumber dan lawan
dari pihak yang berbeda menjadi kian sulit. Menjadi kian sulit pula, malah
mungkin mustahil, untuk selanjutnya meyakinkan audiens Anda bahwa Anda
mendahulukan kepentingan mereka di atas kepentingan tim tempat Anda bekerja di
dalamnya. Dengan kata lain, Anda bisa saja menjadi penasihat bayangan, penulis
pidato, atau menerima uang dari mereka yang Anda tulis beritanya. Namun adalah
sebuah arogansi, dan mungkin naif serta khayal, bahwa hal ini tidak berpengaruh
pada pekerjaan Anada sebagai wartawan.
Banyak orang yang mempersalahkan konsep independensi
semangat dan pikiran dalam jurnalisme. Mereka cemas bahwa independensi
jurnalisme telah berkelana masuk ke dalam semacam penjara yang dipaksakan
sendiri oleh si wartawan, yang terpisah dari masyarakat pada umumnya. Ada dua
reaksi utama terhadap gugatan ini. Reaksi pertama, yang mengatakan jurnalisme
seharusnya tidak hanya menunjukan masalah tapi juga mengkaji jalan keluar yang
mungkin. Reaksi yang kedua adalah mencoba mengeksploitasi ketidaksenangan
publik terhadap jurnalisme dengan meninggalkan prinsip independensi dan
menjangkau audiens dengan menyatakan pendapat dari satu pihak atau pihak
lainnya.
5. Jurnalisme
Harus Berlaku Sebagai Pemantau Kekuasaan
Prinsip ini
sering disalahpahami sebagai “susahkan orang yang senang”. Lebih lanjut,
prinsip anjing penjaga (watchdog) tengah terancam dalam jurnalisme
dewasa ini oleh penggunaannya yang berlebihan, dan oleh peran anjing penjaga
palsu yang lebih ditujukan untuk menyajikan sensasi ketimbang pelayanan publik.
Barangkali yang bahkan lebih serius lagi, peran anjing penjaga terancam oleh
jenis baru konglomerasi perusahaan, yang secara efektif bisa merusak
independensi yang dibutuhkan pers untuk menjalankan peran pemantauan mereka.
Prinsip anjing penjaga bermakna tak sekedar memantau
pemerintahan, tapi juga meluas hingga pada semua lembaga yang kuat di
masyarakat. Dan ini benar adanya sejak awal. Penggabungan pencarian suara yang
dilalaikan dan kecurangan yang belum terkuak, dengan mantap dijadikan
wartawan-wartawan generasi awal sebagai prinsip dari tanggung jawab mereka
untuk memerisa sudut-sudut masyarakat yang tak terlihat. Dunia yang mereka
kumpulkan menangkap gambaran masyarakat yang sebagian besar tak
terinformasikan, dan mereka menciptakan barisan pengikut yang segera
bermunculan.
6. Jurnalisme Harus Menyediakan Forum Publik Untuk
Kritik Maupun Dukungan Warga
Semua
bentuk medium yang dipakai wartawan sehari-hari bisa berfungsi untuk
menciptakan forum di mana publik diingatkan akan masalah-malasah penting mereka
sedemikian rupa sehingga mendorong warga untuk membuat penilaian dan mengambil
sikap. Rasa ingin tahu yang manusiawi membuat orang bertanya-tanya sesudah
membaca liputan acara-acara yang sudah terjadwal, pembeberan penyimpangan, atau
reportase tentang suatu kecenderungan yang berkembang.
Fungsi
forum pers ini bisa menghasilkan demokrasi bahkan di negara besar serta
beragam. Caranya, mendorong sesuatu yang dinilai James Madison dan yang lainnya
sebagai dasar bangunan demokrasi─kompromi, kompromi, kompromi. Maka, jurnalisme
harus menyediakan sebuah forum untuk kritik dan kompromi publik. Namun di zaman
baru ini, kian penting dan bukannya berkurang, bahwa diskusi publik harus
dibangun di atas prinsip-prinsip yang sama sebagaimana hal lain dalam
jurnalisme─kejujuran, fakta, dan verifikasi. Forum yang tak punya sikap hormat
pada fakta akan gagal memberi informasi. Sebuah debat yang dipenuhi prasangka
dan pengandaian hanya akan menimbulkan masalah.
7. Jurnalisme Harus Berupaya Membuat Hal Yang Penting
Menarik dan Relevan
Bertutur
dan informasi bukanlah hal yang berlawanan. Mereka lebih baik dipahami sebagai
dua bagian dalam sebuah rangkaian komunikasi. Di satu ujung, barangkali, adalah
cerita pengantar tidur Anda karang untuk anak-anak Anda yang mungkin tak punya
arti selain melewatkan waktu bersama-sama dengan akrab dan menyenangkan. Di
ujung lain adalah data mentah─pertandingan olahraga yang sedang berjalan,
bulletin komunitas, atau tabel saham─yang sama sekali yang mengandung narasi.
Kebanyakan
jurnalisme, seperti kebanyakan komunikasi, berada di tengah-tengah. Tugas
wartawan adalah menemukan cara membuat hal-hal yang penting menjadi menarik
untuk setiap cerita, dan menemukan campuran yang tepat dari yang serius dan
kurang serius yang ada dalam laporan berita pada hari mana pun. Mungkin
pemahaman yang terbaik sebagai berikut. Jurnalisme adalah bertutur dengan
sebuah tujuan. Tujuannya adalah menyediakan informasi yang dibutuhkan orang
dalam memahami dunia. Tantangan pertama pertama adalah menemukan informasi yang
dibutuhkan orang untuk menjalani hidup mereka. Kedua adalah membuatnya
bermakna, relevan, dan enak disimak.
8. Jurnalisme
Harus Menjaga Agar Berita Komprehensif dan Proporsional
Jurnalisme
adalah kartografi modern. Ia menghasilkan sebuah peta bagi warga untuk
mengambil keputusan tentang kehidupan mereka sendiri. itulah manfaat dan alasan
ekonomi kehadiran jurnalisme. Konsep kartografi ini membantu menjelaskan apa
yang menjadi tanggungjawab liputan jurnalistik. Seperti halnya peta, nilai
jurnalisme bergantung pada kelengkapan dan proporsionalitas.
Mengumpamakan jurnalisme sebagai pembuatan peta
membantu kita melihat bahwa proporsi dan komprehensivitas adalah kunci akurasi.
Hal ini tak hanya berlaku untuk sebuah berita. Sebuah halaman depan atau sebuah
siaran berita yang lucu dan menarik tapi tak mengandung apapun yang signifikan
adalah sebuah pemutarbalikkan. Pada saat yang sama, berita hanya berisi hal
serius dan penting, tanpa sesuatu yang ringan atau manusiawi, sama-sama tak
seimbang.
9. Para
Praktisinya Harus Diperbolehkan Mengikuti Nurani Mereka
Setiap
wartawan dari redaksi hingga dewan redaksi harus punya rasa etika dan
tanggungjawab unutk menyuarakan sekuat-kuatnya nurani mereka dan membiarkan
yang lain melakukan hal yang serupa. Agar hal ini bisa terwujud, keterbukaan
redaksi adalah hal yang penting untuk memenuhi semua prinsip yang dipaparkan
dalam buku ini. Halangan yang tak terhitung banyaknya menyulitkan memproduksi
berita yang akurat, adil, imbang, berfokus pada warga, berpikiran independen,
dan berani. Namun upaya ini padam dengan sendirinya tanpa ada atmosfer terbuka
yang memungkinkan orang untuk menentang asumsi, persepsi, dan prasangka orang
lain.
Mengenai
kejujuran. Kita punya hak untuk berharap bahwa bukti integritas reportase bisa
terlihat jelas. Ini berarti bahwa proses verifikasi─bagaimana orang berita
membuat keputusan mereka dan mengapa─harus transparan. Mereka harus menjadi
indikasi yang jelas dari pengkajian yang menggunakan pikiran terbuka. Yang
jelas dari pengkajian yangn menggunakan pikiran terbuka. Kita harus bisa
menakar nilai dan bias informasi bagi diri sendiri.
Mengenai independensi. Kita punya
hak untuk berharap bahwa komentator, kolumnis, dan wartawan opini melayani
kepentingan debat masyarakat dan bukannya kepentingan sempit sebuah faksi atau
hasil yang sudah ditentukan terlebih dahulu.
Mengenai pemantauan kekuasaan. Kita punya
hak untuk mengharapkan adanya pemantauan terhadap pusat kekuasaan yang paling
penting dan paling sulit. Sementara pemantauan ini meliputi pemerintah, ada
lembaga lain dan orang-orang di masyarakat yang punya kekuatan ekonomi, daya
paksa, sosial, moral, dan daya bujuk besar yang setara atau bahkan melebihi
pemerintahan.
Forum publik. Kita
seharusnya mengharapkan penyedia berita kita menciptakan sejumlah saluran yang
memungkinkan kita berinteraksi dengan mereka. Saluran ini bisa meliputi surat,
email, kontak telepon. Mengenai proporsionalitas dan daya tarik. Kita punya hak
untuk mengharapkan wartawan sadar terhadap dilema dasar kita sebagai warga:
bahwa kita punya kebutuhan akan pengetahuan mendalam yang hadir tepat waktu
dari masalah-masalah penting dan tren di komunitas kita, tapi kita kekurangan
waktu dan cara untuk mengakses sebagian besar informasi yang krusial ini. Sadar
hal ini, kita punya hak untuk berharap wartawan menggunakan akses unik mereka
pada peristiwa dan informasi untuk menempatkan materi yang mereka kumpulkan ke
dalam sebuah konteks yang akan menarik perhatian kita dan, dari waktu ke waktu,
menyajikan tren dan peristiwa ini dalam proporsi yang sesuai dengan nilai
penting mereka yangn sebenarnya dalam hidup kita.
10.
Elemen Jurnalisme oleh Masyarakat
Seiring dengan perkembangan
teknologi, warga masyarakat dapat membuat berita atau jurnal berisikan
pemikiran, opini, berita di blog masing-masing yang dikenal dengan citizen
journalism. Selain blog, terdapat jurnalisme online, jurnalisme komunitas, dan
media alternatif lain. Elemen kesepuluh ini ditambahkan oleh Bill Kovach dan
Tom Rosenstiel dalam revisi bukunya, The Elements of
Journalism. What Newspeople Should Know and The Public Should
Expect yang diterbitkan bulan April 2007.
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Jadi, jurnalistik adalah seni dan
keterampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun dan menyajikan berita
tentang peristiwa yang terjadi sehari-hari secara indah dalam rangka memenuhi
segala kebutuhan hati nurani khalayak-nya sehingga terjadi perubahan sikap,
sifat, pendapat dan prilaku khalayak sesuai dengan kehendak para jurnalisnya.
Untuk melakukan kegiatan jurnalistik maka
harus menguasai elemen yang ada dalam jurnalistik yaitu kebenaran, loyalitas
kepada warga, disiplin dan verivikasi, harus menjaga independensi terhadap
sumber berita, sebagai pemantau kekuasaan, harus menyediakan forum publik untuk
kritik maupun dukungan warga, harus relevan dan menarik, menjaga agar berita
komfrehensif dan proposional, mengikuti hari nurani dan jurnalisme oleh
masyarakat.
A. Saran
Sebaiknya
pembahasan pada makalah ini di perhatikan agar tidak terjadi kesalahan
penafsiran mengenai materi ini dan di harapkan setelah pembelajaran ini
mahasiswa / i dapat menerapkan nya di dalam kehidupan sehari – hari agar
terbiasa menghadapi dan menyelesaikan masalah – masalah yang terdapat pada jurnalistik
di kelas oleh pendidik dan peserta didik.
DAFTAR
PUSTAKA
Sumber: Elemen-Elemen Jurnalistik (Bill Covach &
Tom Rosenstiel)
Topanyurnalis.Jurnalisme.
http://id.wikipedia.org/wiki/Jurnalisme. 9 Oktober 2012. Di unduh pada
tanggal 20 September 2014.
TUGAS 2
A. Pengertian Berita dan Interpretative News
Berita merupakan
bentuk laporan tentang suatu kejadian yang sedang terjadi baru baru ini atau
keterangan terbaru dari suatu peristiwa. Dengan kata lain berita adalah fakta
menarik atau sesuatu hal yang penting yang disampaikan pada masyarakat orang
banyak melalui media. Tapi tidak semua fakta bisa diangkat menjadi suatu berita
oleh media. Karena setiap fakta akan dipilih mana yang pantas untuk disampaikan
pada masyarakat.
Interpretative
news adalah berita yang di kembangkan dengan komentar atau penilaian wartawan
atau narasumber yang kompeten atas berita yang muncul sebelumnya, sehingga
merupakan gabungan antara fakta dan interpretasi.
B. Contoh
Interpretative news
Waspadai Kejahatan Natal dan Tahun Baru
SINGKAWANG, SP –
Kalbar Singkawang, AKBP Hendri Laksono menghimbau masyarakat untuk terus
waspada mengenai kejahatan menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru. Ia meminta,
warga untuk merayakan Natal dan Tahunn baru untuk mengantisipasi tindak kejahatan
yang terjadi saat meninggalkan tempat kediamannya. “ Masyarakat diharapkan
untuk selalu berhati-hati mengenai munculnya kejahatan dengan menjaga dirinya
dan lingkungan sekitar,” imbaunya.
Kapolres yang
telah bertugas di Singkawang sejak Agustus 2012 ini mengingatkan, potensi
kejahatan yang rawan terjadi saat perayaan di antaranya pencurian dengan
kekerasan, pencurian dengan pemberatan dan pencurian motor. Sementara apabila
kejadian seperti kebakaran, tanah longsor dan banjir merupakan hal yang harus
di perhatikan masyarakat saat meninggalkan kediaman.
“ Pengamanan akan
dimulai 20 Desember sampai 3 Januari 2015. Kami akan menyebar 100 personil di
tempat ibadah, keramaian dan pasar. Sementara ditingkat kepolisisan sektor juga
telah diarahkan untuk melakukan pengamanan di wilayah masing – masing ucapnya.
Ia berharap pengamanan ini dapat berjalan dengan lancar yang bertujuan untuk
meminimalisir tindak kejahatan. Untuk itu, Polres Singkawang juga menjalin
kerjasama dengan TNI pemda dan seluruh elemen masyarakat guna menjaga
ketertiban bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar