Psy - Gangnam Style

Minggu, 11 Januari 2015

KELOMPOK 3 ( Minarsih dan Sri Purwanti )

TUGAS 1
Diajukan Sebagai Syarat untuk Melengkapi Tugas
Jurnalistik
Dosen Pengampu Azizah, S.I.Kom

Disusun oleh kelompok 3 :

                    1.     Minarsih
                    2.     Sri Purwanti


PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
SINGKAWANG
2014


BAB II
PEMBAHASAN

A.  Sejarah dan Definisi Jurnalistik
      Pada zaman Romawi Kuno, dikenal Actadiurna  yang merupakan sebutan untuk pengumuman yang disampaikan oleh utusan kerajaan untuk rakyat. Sampai saat ini dipercaya sebagai produk jurnalistik pertama.
      Journal berasal dari bahasa Prancis yang berarti catatan harian, dengan begitu kegiatan jurnalistik dapat diartikan sebagai kegiatan mencari berita yang pada prosesnya melibatkan media massa. Kegiatan jurnalistik dapat pula diartikan sebagai kegiatan mencari, mengolah, menyimpan, dan menyebarluaskan berita apapun dengan menggunakan media massa.

B.  10 Element Jurnalistik
1.   Kewajiban Pertaman Jurnalisme Adalah Pada Kebenaran
      Keinginan agar informasi merupakan kebenaran adalah elementer. Berita adalah materi yang digunakan orang untuk mempelajari dan berpikir tentang dunia di luar diri mereka, maka kualitas terpenting berita adalah bisa digunakan dan diandalkan. Singkat kata kebenaran menciptakan rasa aman yang tumbuh dari kesadaran seseorang, dan kebenaran inilah yang jadi intisari sebuah berita.
Hasrat mendasar terhadap kejujuran ini begitu kuatnya dan ada sejak manusia ada. Para wartawan zaman dahulu para pembawa pesan di masyarakat yang belum mengenal tulisan juga diharapkan bisa bercerita ulang tentang suatu perkara secara akurat dan dapat diandalkan. Acapkali berita yang dibawa pembawa peasan ini menyangkut perkara kelangsungan hidup. Para kepala suku memerlukan kabar yang akurat apakah suku di seberang bukit akan menyerang atau tidak.
Jadi apa arti kewajiban wartawan terhadap kebenaran? Biasanya upaya untuk menjawab pertanyaan ini, baik dalam seminar maupun dalam tafsir filsafat, berakhir dengan kebingungan. Salah satu alasannya, percakapan ini biasanya tak berpijak pada dunia nyata. Diskusi filosofis tentang “kebenaran” itu berputar-putar dalam wilayah semantik.
      Memahami kebenaran jurnalistik sebagai sebuah proses atau perjalanan berkelanjutan menuju pemahaman sebenarnya lebih membantu dan lebih realistis, dan hal ini dimulai dengan berita yang timbul pada hari pertama dan perkembangan selanjutnya. Kebenaran yang bisa dipraktikkan ini adalah sebuah ihwal yang bisa berubah menjadi bentuk yang berbeda, seperti halnya proses belajar, tumbuh seperti stalagmite dalam sebuah gua, setetes demi setetes seiring perjalanan waktu.
       Kebenaran di sini, dengan kata lain, fenomena yang rumit dan terkadang kontradiktif, tapi seperti yang terlihat melalui proses yang berjalan, jurnalisme bisa sampai pada kebenaran. Upaya jurnalisme untuk sampai pada kebenaran dalam dunia yang kabur adalah dengan memilah sedari awal fakta dari informasi keliru yang ikut bersamanya, ketiadaan informasi, atau promosi. Setelah itu, ia membiarkan komunitas bereaksi, dan penyelesaian pun terjadi. Pencarian kebenaran akhirnya jadi komunikasi dua arah.
Daripada bergegas menambahkan konteks dan interpretasi, pers perlu berkonsentrasi pada sintesi dan verifikasi. Singkirkan desas-desus, olok-olok, hal yang tak penting, dan pelintiran, dan berkonsentrasilah pada apa yang yang benar dan penting.

2.  Loyalitas Pertama Jurnalisme Kepada Warga
     Komitmen kepada warga (citizen) lebih besar ketimbang egoisme profesional. Tersirat di dalamnya perjanjian dengan publik, yang menyatakan kepada audiens bahwa ulasan filmnya jujur, bahwa ulasan restorannya tak terpengaruhi oleh pemasang iklan, dan liputannya tidak untuk kepentingan pribadi atau condong untuk kepentingan teman-teman. Alhasil, pengumpul berita tidaklah seperti pegawai perusahaan lain. Mereka punya kewajiban sosial yang sesekali bisa benar-benar berseberangan dengan kepentingan utama majikan mereka, sekalipun disisi lain, kewajiban ini justru merupakan tambang emas si majikan.
      Kesetiaan kepada warga ini adalah makna dari yang kita sebut independensi jurnalistik. Seperti yang akan kita lihat, istilah tersebut sering dipakai sebagai sinonim untuk gagasan-gagasan lain, termsuk ketidakterikatan, tidak berat sebelah, dan ketidakberpihakkan. Istilah-istilah ini membingungkan dan mencerminkan pemahaman kabur orang terhadap media. Wartawan punya andil terhadap timbulnya kesulitan yang mereka hadapi sendiri dengan meneruskan kebingungan ini kepada publik, dan bisa dimengerti bila hasilnya membuat warga menjadi skeptic, bahkan marah.
      Wartawan suka menganggap diri mereka sebagai pengganti warga, meliput apa yang terjadi delam kehidupan warga untuk kepentingan publik. Namun publik semakin tak mempercayai mereka. Orang melihat sensasionalisme, ekploitasi, dan mereka merasa wartawan melakukan ini demi uang, atau ketenaran pribadi, atau mungkin lebih parah lagi sejenis kebahagiaan di atas penderitaan orang lain. Untuk menghubungkan kembali orang-orang dengan berita, dan meneruskan berita pada dunia yang lebis luas, jurnalisme harus mengukuhkan kembali kesetiaannya kepada warga, kesetiaan yang telah dirusakkan industri berita karena kekeliruannya.

3.  Intisari Jurnalisme Adalah Dispilin Dalam Verivikasi
     Pada akhirnya, dispilin verifikasi adalah ihwal yang memisahkan jurnalisme dari hiburan, propaganda, fiksi, atau seni. Hiburan (entertainment)─dan sepupunya “infotainment” berfokus pada hal-hal yang paling menggembirakan hati. Propaganda menyeleksi fakta atau mengarang fakta demi kepentingan yang lain persuasi dan manipulasi. Fiksi mengarang skenario untuk sampai pada kesan yang lebih personal dari apa yang disebut kebenaran. Hanya jurnalisme yang sejak awal berfokus untuk menceritakan apa yang terjadi setepat-tepatnya.
     Wartawan sering gagal menghubungkan perasaan terdalam yang mereka hayati tentang keahlian ini dengan pertanyaan filosofis mengenai peran jurnalisme. Mereka tahu bagaimana mengecek suatu berita. Tapi mereka tak selalu bisa mengungkapkan dengan fasih peran yang dimainkan pengecekan suatu berita di masyarakat. namun, verifikasi selalu berada di dalam fungsi pokok jurnalisme. Seperti yang dikatakan Walter Lippmann pada 1920, “Sebuah komunitas tak bisa merdeka bila kekurangan informasi, karena dengan informasi yang cukup kebohongan bisa didekati”.
      Lima hal ini juga prisnsip intelektual dari sebuah laporan ilmiah:
1.      Jangan pernah menambahi sesuatu yang tidak ada.
2.      Jangan pernah menipu audiens.
3.      Berlakulah setransparan mungkin tentang metode dan motivasi anda.
4.      Andalkan reportase sendiri.
5.      Bersikaplah rendah hati.
      Jangan menambah benar-benar berarti jangan menambahkan hal-hal yang tidak terjadi. Hal ini lebih dalam artinya ketimbang “jangan mengarang” atau mengada-ada, karena hal ini juga meliputi mangatur ulang kejadian dalam satu waktu, satu tempat, karakter gabungan, atau gabungan peristiwa.
      Jangan menipu berarti jangan pernah menyesatkan audiens. Membodohi orang adalah sebentuk kebohongan dan menghina ide bahwa jurnalisme harus berpegang teguh pada kejujuran. Prinsip ini terkait erat dengan jangan menambah. Jangan menipu juga berarti, jika seseorang hendak memakai teknik jurnalisme sastrawi yang sedikit berbeda dari bentuk biasa laporan standar yang didasarkan pada kesaksian para sakti mata, yang paling sesuai aslinya, pembaca juga harus tahu.
      Transparansi. Jika wartawan adalah pencari kebenaran, hal ini harus diikuti dengan mereka berlaku jujur dan saksama kepada audiens mereka juga─bahwa mereka menjadi penyaji kebenaran. Tak bisa tidak, tanggungjawab ini mensyaratkan wartawan sebisa mungkin bersikap terbuka dan jujur kepada audiens mereka tentang apa yang mereka tahu dan apa yang mereka tidak tahu. Bagaimana Anda bisa menyatakan diri mencari dan menyampaikan kebenaran jika Anda tidak jujur dengan audiens sejak awal?
      Orisinalitas. Lebih luas ketimbang menuntut transparansi dari jurnalisme, warga dan wartawan juga bisa mencari sesuatu yang lain dalam menghargai nilai laporan berita. Orisinalitas adalah nilai yang tertanam kuat dalam jurnalisme. Sejumlah aksioma lama tentang pers mengatakan hal yang kurang lebih sama: “ketika ragu, ditinggalkan”. Tradisi “mencocokan” cerita berakar pada pemikiran yang sama. Daripada mempublikasikan laporan dari media lain, para wartawan condong untuk mengharuskan salah satu reporter mereka untuk menelepon sumber untuk mengkonfirmasikannya lebih dulu. Ini adalah cara untuk menghindari keharusan mencantumkan referensi pada organisasi berita yang lain. Dan hal ini punya akibat penting lain. Kisaah yang tak bisa dikonfirmasikan secara independen tak akan diulang.
       Kerendahhatian. Konsep kelima dan yang terakhir adalah wartawan harus rendah hati dengan keterampilan mereka. Dengan kata lain, mereka tak hanya harus skeptis terhadap apa yang mereka lihat dan mereka dengar dari orang lain, yang tak kalah penting mereka juga harus skeptis mengenai kemampuan mereka untuk mengetahui apa arti sesungguhya dari sebuah peristiwa.

4.  Para Praktisinya Harus Menjaga Independensi Terhadap Sumber Berita
     Dalam beberapa hal, elemen keempat ini lebih berakar dalam pragmatisme ketimbang teori. Seseorang mungkin membayangkan bahwa wartawan bisa melapor sekaligus menjadi peserta dalam peristiwa tersebut, tapi realitasnya menjadi peserta mengaburkan semua tugas lain yang harus dilakukannya. Melihat yang terjadi dari perspektif lain akan kian sulit. Memperolah kepercayaan dari sumber dan lawan dari pihak yang berbeda menjadi kian sulit. Menjadi kian sulit pula, malah mungkin mustahil, untuk selanjutnya meyakinkan audiens Anda bahwa Anda mendahulukan kepentingan mereka di atas kepentingan tim tempat Anda bekerja di dalamnya. Dengan kata lain, Anda bisa saja menjadi penasihat bayangan, penulis pidato, atau menerima uang dari mereka yang Anda tulis beritanya. Namun adalah sebuah arogansi, dan mungkin naif serta khayal, bahwa hal ini tidak berpengaruh pada pekerjaan Anada sebagai wartawan.
Banyak orang yang mempersalahkan konsep independensi semangat dan pikiran dalam jurnalisme. Mereka cemas bahwa independensi jurnalisme telah berkelana masuk ke dalam semacam penjara yang dipaksakan sendiri oleh si wartawan, yang terpisah dari masyarakat pada umumnya. Ada dua reaksi utama terhadap gugatan ini. Reaksi pertama, yang mengatakan jurnalisme seharusnya tidak hanya menunjukan masalah tapi juga mengkaji jalan keluar yang mungkin. Reaksi yang kedua adalah mencoba mengeksploitasi ketidaksenangan publik terhadap jurnalisme dengan meninggalkan prinsip independensi dan menjangkau audiens dengan menyatakan pendapat dari satu pihak atau pihak lainnya.

5.  Jurnalisme Harus Berlaku Sebagai Pemantau Kekuasaan
     Prinsip ini sering disalahpahami sebagai “susahkan orang yang senang”. Lebih lanjut, prinsip anjing penjaga (watchdog) tengah terancam dalam jurnalisme dewasa ini oleh penggunaannya yang berlebihan, dan oleh peran anjing penjaga palsu yang lebih ditujukan untuk menyajikan sensasi ketimbang pelayanan publik. Barangkali yang bahkan lebih serius lagi, peran anjing penjaga terancam oleh jenis baru konglomerasi perusahaan, yang secara efektif bisa merusak independensi yang dibutuhkan pers untuk menjalankan peran pemantauan mereka.
Prinsip anjing penjaga bermakna tak sekedar memantau pemerintahan, tapi juga meluas hingga pada semua lembaga yang kuat di masyarakat. Dan ini benar adanya sejak awal. Penggabungan pencarian suara yang dilalaikan dan kecurangan yang belum terkuak, dengan mantap dijadikan wartawan-wartawan generasi awal sebagai prinsip dari tanggung jawab mereka untuk memerisa sudut-sudut masyarakat yang tak terlihat. Dunia yang mereka kumpulkan menangkap gambaran masyarakat yang sebagian besar tak terinformasikan, dan mereka menciptakan barisan pengikut yang segera bermunculan.

6. Jurnalisme Harus Menyediakan Forum Publik Untuk Kritik Maupun Dukungan Warga
      Semua bentuk medium yang dipakai wartawan sehari-hari bisa berfungsi untuk menciptakan forum di mana publik diingatkan akan masalah-malasah penting mereka sedemikian rupa sehingga mendorong warga untuk membuat penilaian dan mengambil sikap. Rasa ingin tahu yang manusiawi membuat orang bertanya-tanya sesudah membaca liputan acara-acara yang sudah terjadwal, pembeberan penyimpangan, atau reportase tentang suatu kecenderungan yang berkembang.
      Fungsi forum pers ini bisa menghasilkan demokrasi bahkan di negara besar serta beragam. Caranya, mendorong sesuatu yang dinilai James Madison dan yang lainnya sebagai dasar bangunan demokrasi─kompromi, kompromi, kompromi. Maka, jurnalisme harus menyediakan sebuah forum untuk kritik dan kompromi publik. Namun di zaman baru ini, kian penting dan bukannya berkurang, bahwa diskusi publik harus dibangun di atas prinsip-prinsip yang sama sebagaimana hal lain dalam jurnalisme─kejujuran, fakta, dan verifikasi. Forum yang tak punya sikap hormat pada fakta akan gagal memberi informasi. Sebuah debat yang dipenuhi prasangka dan pengandaian hanya akan menimbulkan masalah.

7. Jurnalisme Harus Berupaya Membuat Hal Yang Penting Menarik dan Relevan
     Bertutur dan informasi bukanlah hal yang berlawanan. Mereka lebih baik dipahami sebagai dua bagian dalam sebuah rangkaian komunikasi. Di satu ujung, barangkali, adalah cerita pengantar tidur Anda karang untuk anak-anak Anda yang mungkin tak punya arti selain melewatkan waktu bersama-sama dengan akrab dan menyenangkan. Di ujung lain adalah data mentah─pertandingan olahraga yang sedang berjalan, bulletin komunitas, atau tabel saham─yang sama sekali yang mengandung narasi.
      Kebanyakan jurnalisme, seperti kebanyakan komunikasi, berada di tengah-tengah. Tugas wartawan adalah menemukan cara membuat hal-hal yang penting menjadi menarik untuk setiap cerita, dan menemukan campuran yang tepat dari yang serius dan kurang serius yang ada dalam laporan berita pada hari mana pun. Mungkin pemahaman yang terbaik sebagai berikut. Jurnalisme adalah bertutur dengan sebuah tujuan. Tujuannya adalah menyediakan informasi yang dibutuhkan orang dalam memahami dunia. Tantangan pertama pertama adalah menemukan informasi yang dibutuhkan orang untuk menjalani hidup mereka. Kedua adalah membuatnya bermakna, relevan, dan enak disimak.

8.  Jurnalisme Harus Menjaga Agar Berita Komprehensif dan Proporsional
     Jurnalisme adalah kartografi modern. Ia menghasilkan sebuah peta bagi warga untuk mengambil keputusan tentang kehidupan mereka sendiri. itulah manfaat dan alasan ekonomi kehadiran jurnalisme. Konsep kartografi ini membantu menjelaskan apa yang menjadi tanggungjawab liputan jurnalistik. Seperti halnya peta, nilai jurnalisme bergantung pada kelengkapan dan proporsionalitas.
Mengumpamakan jurnalisme sebagai pembuatan peta membantu kita melihat bahwa proporsi dan komprehensivitas adalah kunci akurasi. Hal ini tak hanya berlaku untuk sebuah berita. Sebuah halaman depan atau sebuah siaran berita yang lucu dan menarik tapi tak mengandung apapun yang signifikan adalah sebuah pemutarbalikkan. Pada saat yang sama, berita hanya berisi hal serius dan penting, tanpa sesuatu yang ringan atau manusiawi, sama-sama tak seimbang.

9.   Para Praktisinya Harus Diperbolehkan Mengikuti Nurani Mereka
      Setiap wartawan dari redaksi hingga dewan redaksi harus punya rasa etika dan tanggungjawab unutk menyuarakan sekuat-kuatnya nurani mereka dan membiarkan yang lain melakukan hal yang serupa. Agar hal ini bisa terwujud, keterbukaan redaksi adalah hal yang penting untuk memenuhi semua prinsip yang dipaparkan dalam buku ini. Halangan yang tak terhitung banyaknya menyulitkan memproduksi berita yang akurat, adil, imbang, berfokus pada warga, berpikiran independen, dan berani. Namun upaya ini padam dengan sendirinya tanpa ada atmosfer terbuka yang memungkinkan orang untuk menentang asumsi, persepsi, dan prasangka orang lain.
      Mengenai kejujuran. Kita punya hak untuk berharap bahwa bukti integritas reportase bisa terlihat jelas. Ini berarti bahwa proses verifikasi─bagaimana orang berita membuat keputusan mereka dan mengapa─harus transparan. Mereka harus menjadi indikasi yang jelas dari pengkajian yang menggunakan pikiran terbuka. Yang jelas dari pengkajian yangn menggunakan pikiran terbuka. Kita harus bisa menakar nilai dan bias informasi bagi diri sendiri.
      Mengenai independensi. Kita punya hak untuk berharap bahwa komentator, kolumnis, dan wartawan opini melayani kepentingan debat masyarakat dan bukannya kepentingan sempit sebuah faksi atau hasil yang sudah ditentukan terlebih dahulu.
     Mengenai pemantauan kekuasaan. Kita punya hak untuk mengharapkan adanya pemantauan terhadap pusat kekuasaan yang paling penting dan paling sulit. Sementara pemantauan ini meliputi pemerintah, ada lembaga lain dan orang-orang di masyarakat yang punya kekuatan ekonomi, daya paksa, sosial, moral, dan daya bujuk besar yang setara atau bahkan melebihi pemerintahan.
      Forum publik. Kita seharusnya mengharapkan penyedia berita kita menciptakan sejumlah saluran yang memungkinkan kita berinteraksi dengan mereka. Saluran ini bisa meliputi surat, email, kontak telepon. Mengenai proporsionalitas dan daya tarik. Kita punya hak untuk mengharapkan wartawan sadar terhadap dilema dasar kita sebagai warga: bahwa kita punya kebutuhan akan pengetahuan mendalam yang hadir tepat waktu dari masalah-masalah penting dan tren di komunitas kita, tapi kita kekurangan waktu dan cara untuk mengakses sebagian besar informasi yang krusial ini. Sadar hal ini, kita punya hak untuk berharap wartawan menggunakan akses unik mereka pada peristiwa dan informasi untuk menempatkan materi yang mereka kumpulkan ke dalam sebuah konteks yang akan menarik perhatian kita dan, dari waktu ke waktu, menyajikan tren dan peristiwa ini dalam proporsi yang sesuai dengan nilai penting mereka yangn sebenarnya dalam hidup kita.

10. Elemen Jurnalisme oleh Masyarakat
      Seiring dengan perkembangan teknologi, warga masyarakat dapat membuat berita atau jurnal berisikan pemikiran, opini, berita di blog masing-masing yang dikenal dengan citizen journalism. Selain blog, terdapat jurnalisme online, jurnalisme komunitas, dan media alternatif lain. Elemen kesepuluh ini ditambahkan oleh Bill Kovach dan Tom Rosenstiel dalam revisi bukunya, The Elements of Journalism. What Newspeople Should Know and The Public Should Expect yang diterbitkan bulan April 2007.


BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
     Jadi, jurnalistik adalah seni dan keterampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, menyusun dan menyajikan berita tentang peristiwa yang terjadi sehari-hari secara indah dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hati nurani khalayak-nya sehingga terjadi perubahan sikap, sifat, pendapat dan prilaku khalayak sesuai dengan kehendak para jurnalisnya.
     Untuk melakukan kegiatan jurnalistik maka harus menguasai elemen yang ada dalam jurnalistik yaitu kebenaran, loyalitas kepada warga, disiplin dan verivikasi, harus menjaga independensi terhadap sumber berita, sebagai pemantau kekuasaan, harus menyediakan forum publik untuk kritik maupun dukungan warga, harus relevan dan menarik, menjaga agar berita komfrehensif dan proposional, mengikuti hari nurani dan jurnalisme oleh masyarakat.

A.    Saran
       Sebaiknya pembahasan pada makalah ini di perhatikan agar tidak terjadi kesalahan penafsiran mengenai materi ini dan di harapkan setelah pembelajaran ini mahasiswa / i dapat menerapkan nya di dalam kehidupan sehari – hari agar terbiasa menghadapi dan menyelesaikan masalah – masalah yang terdapat pada jurnalistik di kelas oleh pendidik dan peserta didik.

  

DAFTAR PUSTAKA

Sumber: Elemen-Elemen Jurnalistik (Bill Covach & Tom Rosenstiel)

          Topanyurnalis.Jurnalisme. http://id.wikipedia.org/wiki/Jurnalisme. 9 Oktober 2012. Di unduh pada tanggal 20 September 2014.


TUGAS 2

A.  Pengertian Berita dan Interpretative News
      Berita merupakan bentuk laporan tentang suatu kejadian yang sedang terjadi baru baru ini atau keterangan terbaru dari suatu peristiwa. Dengan kata lain berita adalah fakta menarik atau sesuatu hal yang penting yang disampaikan pada masyarakat orang banyak melalui media. Tapi tidak semua fakta bisa diangkat menjadi suatu berita oleh media. Karena setiap fakta akan dipilih mana yang pantas untuk disampaikan pada masyarakat.
    Interpretative news adalah berita yang di kembangkan dengan komentar atau penilaian wartawan atau narasumber yang kompeten atas berita yang muncul sebelumnya, sehingga merupakan gabungan antara fakta dan interpretasi.

B. Contoh Interpretative news

Waspadai Kejahatan Natal dan Tahun Baru

     SINGKAWANG, SP – Kalbar Singkawang, AKBP Hendri Laksono menghimbau masyarakat untuk terus waspada mengenai kejahatan menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru. Ia meminta, warga untuk merayakan Natal dan Tahunn baru untuk mengantisipasi tindak kejahatan yang terjadi saat meninggalkan tempat kediamannya. “ Masyarakat diharapkan untuk selalu berhati-hati mengenai munculnya kejahatan dengan menjaga dirinya dan lingkungan sekitar,” imbaunya.
     Kapolres yang telah bertugas di Singkawang sejak Agustus 2012 ini mengingatkan, potensi kejahatan yang rawan terjadi saat perayaan di antaranya pencurian dengan kekerasan, pencurian dengan pemberatan dan pencurian motor. Sementara apabila kejadian seperti kebakaran, tanah longsor dan banjir merupakan hal yang harus di perhatikan masyarakat saat meninggalkan kediaman.
     “ Pengamanan akan dimulai 20 Desember sampai 3 Januari 2015. Kami akan menyebar 100 personil di tempat ibadah, keramaian dan pasar. Sementara ditingkat kepolisisan sektor juga telah diarahkan untuk melakukan pengamanan di wilayah masing – masing ucapnya. Ia berharap pengamanan ini dapat berjalan dengan lancar yang bertujuan untuk meminimalisir tindak kejahatan. Untuk itu, Polres Singkawang juga menjalin kerjasama dengan TNI pemda dan seluruh elemen masyarakat guna menjaga ketertiban bersama.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar